Hysteria: Toko Kaset Jadul yang Tetap Eksis di Era Digital

Hysteria Music, Toko Kaset Lawas di Lantai Bawah Blok M Square. (Foto: PARBOABOA/Surya Mahmuda)

PARBOABOA, JAKARTA - "Jenuh aku mendengar, manisnya kata cinta, lebih baik sendiri." lirik lagu Nike Ardilla seolah menyambut saya ketika pertama kali datang ke lantai basement Blok M Square. Tumpukan buku bekas hingga deretan kaset jadul seakan bernostalgia dan membuat kembali ke era-90an.

Mata saya langsung tertuju ketika melihat toko yang menampilkan deretan kaset pita penyanyi lawas kenamaan, seperti Koes Ploes, Iwan Fals, Ratu, Meggi Z dan  beberapa orang lainnya.

Deretan kaset lama memiliki beragam genre dari era 80 hingga 90-an seolah menjadi surga bagi pecinta musik di tanah air.

Untung (55), pemilik toko kaset Hysteria di Blok M Square menuturkan, dirinya sudah berjualan kaset pita sejak 2014. Berawal dari hobi mengumpulkan dan mendengarkan kaset lawas, ia mulai menjadikan kegemaran tersebut sebagai bisnis.

"Dulu saya hanya punya ratusan kaset untuk dikoleksi. Namun, karena kita ingin berjualan, kaset tambahan kita dapatkan dari supplier. Jadi kalau ada orang yang menawarkan kaset untuk dijual dan masih bagus, bisa kita beli," tuturnya.

Dari beragamnya kaset pita yang dijual, musik yang paling banyak dicari adalah Nike Ardilla, Dewa, Sheila on Seven dan Chrisye. Tak hanya itu, penyanyi luar negeri seperti Oasis dan Radio Head pun tak kalah laris untuk dibeli.

"Sebetulnya kalau yang paling banyak dicari itu segmented ya. Jadi tergantung orangnya dia mau nyari apa. Semua genre dicari, dari mulai anak muda, kuliah sampai karyawan itu punya seleranya masing-masing. Tapi yang paling banyak dicari itu kaset Nike Ardilla," tambahnya.

Untung mengungkapkan, dari puluhan ribu kaset pita yang dimilikinya kaset paling mahal yang ia tawarkan adalah Album Bintang Kehidupan Nike Ardilla. Kaset tersebut mampu dibanderol dengan harga 300 ribu rupiah. Sedangkan, untuk kaset termurah adalah lagu daerah dan keroncong dengan kisaran harga 30-35 ribu rupiah.

Setiap harinya, Untung mulai berjualan pada pukul 11 siang kemudian akan tutup pada jam 6 sore. Hal ini dikarenakan, ia harus berangkat dari rumahnya di Bogor menggunakan kereta, kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan busway dari Stasiun KAI Cawang sampai ke Blok M.

Pria tua itu menceritakan bahwa, tidak ada hambatan besar selama ia menjalani bisnis kaset pita. Selama usaha dijalankan secara santai dan konsisten, maka usaha akan terus berjalan dan tidak akan pernah tergusur oleh digital.

Kaset Pita yang Tak Mati Ditelan Zaman

Untung (55) sedang membesarkan volume musik dari CD Player miliknya (Foto: PARBOABOA/Surya Mahmuda)

Walaupun kian hari kaset pita kurang diminati dan berpotensi tergerus zaman. Hal tersebut tidak menjadi tantangan besar bagi Untung. Menurutnya, musik-musik lawas tak akan pernah mati karena memiliki penikmatnya tersendiri.

"Sebetulnya kalau musik digital itu kan terlalu instan ya, tapi kalau kaset pita itu banyak keunikannya. Mulai dari cover dan putaran kasetnya itu banyak yang senang. Jadi kita enjoy aja gak usah takut rugi karena musik lawas itu langka," jelasnya.

Dirinya menambahkan, dari segi keuntungan, berjualan kaset pita cukup menjanjikan. Tiap harinya ia mampu mendapatkan 400 sampai 500 ribu rupiah.

"Dari segi keuntungan itu sebetulnya gak menentu karena tergantung pengunjung. Kalau ramai itu per hari kita bisa dapet 1 juta sampai 2 juta rupiah. Tapi kalau sepi kita cuma dapet 400 sampai 500 ribu rupiah," pungkasnya.

Walaupun dirinya hanya berjualan barang jadul seperti Compact Disk (CD) dan kaset, Untung juga tetap menyesuaikan kondisi zaman. Agar dagangannya tetap laris, ia memanfaatkan platform media sosial seperti Tik-Tok dan Instagram untuk mempromosikan kaset-kasetnya.

Tak hanya itu, berkat kelihaiannya dalam mempromosikan kaset pita di media sosial, sejumlah penyanyi kenamaan seperti Ardhito Pramono, Ahmad Dhani dan Ari Lasso pernah berkunjung ke tokonya dan membeli sejumlah kaset yang ia jual.

Untung pun menegaskan, gerai Hysteria Music yang ditempatinya saat ini merupakan toko miliknya dan tidak membayar sewa kepada siapapun.

Anak Muda dan Kegemarannya Pada Musik Lawas

Potret kaset lawas Yenny Eria’s di Hysteria Music Blok M Square (Foto: PARBOABOA/Surya Mahmuda)

Walaupun banyak anak muda yang lebih gemar mendengarkan musik digital dibandingkan musik lawas. Nyatanya, masih banyak kaum yang justru menyukai musik era 80-an dibandingkan musik pop masa kini.

Will (19), salah satu mahasiswa Universitas Swasta di Jakarta mengatakan, dirinya mulai menyukai musik era 80-an, sebab sejak kecil sering mendengarkan lagu-lagu lawas yang diputarkan orangtuanya.

Lagu lawas berjudul “I’ve been waiting for you,” dari serial televisi Amerika Guys Next Door seolah memutar memori lama sehingga memantik dirinya untuk terus menyukai musik-musik jadul hingga saat ini.

“Mungkin awalnya ga kena dipikiran ya untuk mendengarkan lagu-lagu jadul, tapi pas di umur 17 atau 18 seolah ingatan saya kembali untuk mendengarkan lagu-lagu lama. Makanya sejak dari situ, saya mulai mendengarkan lagu-lagu lawas khususnya era 80-an dan mulai mengoleksi kaset-kaset pita dari era tersebut,” jelas Will saat ditemui di Hysteria Music Blok M Square.

Dirinya menambahkan, genre dan style musik yang paling disukainya adalah disko, pop dance dan european bit yang mulai terkenal di tahun 80 akhir hingga 2000-an.

Selain musik, Will juga mengoleksi sejumlah majalah lama seperti Gadis, Mode, Pertiwi, Famili dan beberapa lainnya. Ia mengatakan, alasannya menyukai majalah karena terinspirasi dari tampilan gaya hidup di majalah sehingga dapat menginspirasi fashionnya saat ini.

“Yang paling disukai itu fashion dan desain grafis dari isi majalahnya. Mulai dari situ saya dapet tips and trick bagaimana cara berpakaian, baju apa yang bagus, celana yang cocok dan lain sebagainya,” ujar Will saat diwawancarai di depan deretan kaset lama.

Pria muda ini juga menjelaskan, di era berkembangnya musik pop dan digital saat ini dirinya justru kurang menyukai genre musik tersebut. Lagu seperti DJ Koplo atau yang sedang viral saat ini menurutnya kurang menarik untuk didengarkan.

“Memang saya kurang dapet feelnya jika harus mendengarkan lagu-lagu sekarang. Makanya mungkin kalau saya rating dari satu sampai sepuluh, saya akan kasih tiga untuk musik saat ini,” tuturnya.

Sebagai penutup, Will berharap, masyarakat dapat terus melestarikan musik-musik lawas sehingga mampu menjadi bahan pendidikan bagi generasi selanjutnya. 

“Aku berharap bagi kalian yang memang vintage lover atau menyukai musik-musik lama tolong untuk terus melestarikan. Bahkan kalau mau digitalisasi silakan karena musik lawas ini merupakan hal yang langka,” pungkas Will menutup obrolan singkat di Hysteria Music Blok M Square.

Penulis: Surya Mahmuda

Editor: Rista
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS