PARBOABOA, Jakarta – Warga DKI Jakarta baru-baru ini dikejutkan dengan peristiwa siswi SDN 06 Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan yang melompat dari lantai 4 gedung sekolahnya hingga tewas.
Banyak isu yang berkembang soal kematian bocah 13 tahun itu, mulai dari kesehatan mental, perundungan, fasilitas sekolah yang dibangun vertikal hingga sistem pendidikan sekolah negeri yang tidak berorientasi mitigasi ruang.
Pantauan PARBOABOA, kondisi SDN 6 Petukangan Utara terlihat sepi. Garis polisi masih menjuntai di ruang kelas tempat siswa yang diketahui berinisial R melompat.
Ketika dikonfirmasi PARBOABOA, Anggota DPRD DKI Jakarta dari Komisi E, Idris Ahmad mengatakan, bangunan sekolah terpaksa dibangun vertikal di tengah terbatasnya lahan di ibu kota.
"Hal ini menjadi cara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sekolah negeri yang tidak berbayar. Namun persoalan sebenarnya bukan soal bangunan vertikal yang membahayakan anak-anak, tapi juga sudah seharusnya anak-anak sebelum menjadi bagian dari sekolah vertikal harus ada mitigasi sebelum mereka memasuki ruangan sekolah," katanya menjawab PARBOABOA, Selasa (3/10/2023).
"Jadi yang harus dievaluasi adalah sekolahnya. Apakah sistem keamanan sekolah sudah baik? Apakah faktor pencegahan sudah dilakukan? Tinggi bangunan vertikalnya berapa? Termasuk edukasi anak-anak sebelum mereka punya kelas di lantai atas," lanjut Idris.
Minimnya lahan, kata Idris sudah harus dibiasakan dan menjadi perkenalan awal siswa sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar.
"Jadi guru jangan menyangka melarang sudah cukup. Anak-anak harus ditanamkan pola mitigasi secara terintegrasi dengan sistem pendidikan. Untuk pendidikan dasar, bisa melalui dongeng, lagu atau banyak cara untuk menanamkan ke anak-anak budaya mitigasi. Jangan memaksakan framing orang dewasa kepada anak-anak,” ungkap Legislator Fraksi PKS ini.
Idris mencontohkan, orang dewasa saja sebelum masuk ke sebuah gedung harus diberi pengarahan dahulu apalagi anak-anak yang tidak bisa menggunakan pendekatan orang dewasa untuk memberi peringatan.
"Gunakan pendekatan kepada anak-anak. Tidak terbayang jika anak-anak jatuh dari lantai empat, jangan-jangan dia tidak menyangka bahwa dia akan meninggal dunia, sangat miris sekali," jelasnya.
Tidak hanya itu, hal salah kaprah lainnya yaitu framing di guru bahwa anak kelas enam sudah bisa menjaga diri sendiri.
Idris melanjutkan, pola mitigasi aktif, sudah berlaku di sekolah swasta yang memilih bangunan vertikal. Keamanan gedung di sekolah swasta bisa dijamin, termasuk pengawasan ketat kepada siswa. Hal ini, kata dia, berbanding terbalik dengan sekolah negeri.
Idris juga meminta guru untuk membantu memahami siswa dengan mengenali, belajar mendengarkan dan tidak berat sebelah dalam menyelesaikan konflik antar siswa.
"Semua orang bisa berpotensi kena depresi, jangan sekali-kali menyalahkan siapapun yang depresi, kenali penyebab depresinya, apakah karena bullying, karena tekanan pembelajaran, atau persoalan internal anak, apalagi anak usia 13 tahun masuk fase perubahan emosi. Hal ini harus dipelajari dan dipahami oleh semua pihak, yang disebut nasihat bagi guru, belum tentu diartikan nasihat bagi anak, bisa jadi jika dia dinasehati didepan teman-temannya hal itu memicu anggapan anak bahwa dia dipermalukan," kata dia.
Dinas Pendidikan, tambah Idris, harus membenahi sistem pendidikan dan pengawasannya. Termasuk membenahi pola pendidikan dasar.
"Sekolah yang ramah anak bukan cuma soal gambar warna warni di tembok, tapi juga kualitas guru dan pola pengawasan. Guru dan orangtua harus bersinergi membentuk lingkungan yang kondusif bagi anak-anak untuk bisa bermain dan belajar. Ini ajang dimana semua saling menyadari ada hal yang salah," imbuhnya.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono mengatakan, sekolah sudah berjanji untuk berbicara sejujur-jujurnya terkait peristiwa ini.
"Pihak sekolah sudah berkomitmen membantu menguak kasus ini," katanya kepada wartawan, Rabu (27/9/2023) lalu.
Aris menilai, dugaan bullying masih terlalu dini disimpulkan sebab masih dalam proses penyelidikan.
"Ini masih simpang siur, tolong beri kesempatan pada kepolisian untuk mengungkap kasus ini secara komprehensif," ungkapnya.
Ia mengatakan, olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan aparat juga belum memberikan banyak hasil. Sebab, data yang diperoleh dari sejumlah saksi disinyalir masih belum cukup.
"Baru menggali informasi awal. Menggali info dari saksi, baik dari guru dan teman. Maka mari sama-sama menjaga kondusifitas supaya aparat keamanan bisa menyelidikinya," imbuh Aris.
Wakasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Kompol Henrikus Yossi juga belum bisa memastikan perundungan menjadi penyebab siswa SDN 06 petukangan Utara itu lompat dari lantai 4.