Yudha Marpaung, Cinta Mati pada Senjata Pusaka Lokal di Pematang Siantar

Yudha Marpaung selaku pengrajin dan kolektor barang pusaka di Pematang Siantar saat di jumpai di kediamannya Jalan D.I. Panjaitan, Kelurahan Nagahuta, Kecamatan Siantar Marimbun, Pematang Siantar (Foto : Parboaboa/Putra P. Purba)

PARBOABOA, Pematang Siantar- Usianya masih muda, namun Yudha Marpaung memiliki rutinitas yang unik. Hari-harinya tidak dihabiskan dengan nongkrong atau menonton. Dia memilih menekuni dunia pusaka nusantara di Pematang Siantar. 

Itulah Yudha, masyarakat Jalan D.I. Panjaitan, Gang PGRI, Kelurahan Nagahuta, Kecamatan Siantar Marimbun, Pematang Siantar, Sumatera Utara. Sejak tahun 2014 dirinya menyusuri kesenian dan senjata pusaka dari pelbagai daerah di Indonesia. 

Di kalangan pencinta senjata pusaka dan khasana budaya lokal di Pulau Sumatera, dia dikenal sebagai “senior” pusaka Nusantara asal Siantar. Berbekal beberapa buku sejarah dan belajar otodidak melalui kanal Youtube, Yudha memulai perjalanan membuat dan mengasah besi yang tumpul menjadi mata pisau pelbagai senjata pusaka pesanan yang sudah jauh-jauh hari datang kepadanya. 

Baginya, setiap pesanan dapat diselesaikan sekitar 3 hari sampai dengan 14 hari pengerjaan tergantung bentuk dan kerumitan yang diminta pemesan. 

“Dalam sebulan pesanan kita hanya membuka 10 kuota pemesanan, sebab saya hanya bekerja sendiri secara manual,” ucapnya saat di jumpai di pelataran rumahnya, Sabtu, (31/12/2022).

Ia mengatakan, tidak masalah bagi sebuah senjata pusaka mendapatkan modifikasi bentuk karenakan mengedepankan sisi keindahan dan mengikuti selera pasar di kalangan anak muda. Para pengrajin harus berbarengan menunjukkan bentuk original dari senjata pusaka yang dibuatnya.

 “Saya ini pengrajin yang menjaga setiap bentuk sesuai originalnya, jangan lari dari bentuk aslinya, nanti terjadi kebingungan bagi anak muda lainnya,” ucapnya.

Pemuda yang saat ini juga berprofesi sebagai satpam di salah satu hotel di Pematang Siantar menambahkan, kegiatan sebagai pengrajin dianggap sebagai hobi baginya.Bahan baku yang digunakan untuk membuat senjata pusaka harus bagus dan berkualitas.

Kejelian Yudha mencari celah penjualan akan kerajinan pusaka buatannya berbuah manis. Kegiatan yang awalnya hanya sebagai hobi kini sukses menjamah ke pelosok negeri. Ia mempunyai pendapatan yang cukup sebagai pendapatan tambahan sebagai petugas keamanan. 

“Kalau di Indonesia yang paling jauh itu sampai ke Sulawesi, pas ada pesanan untuk membuat pusaka gajah Dompak,” tuturnya.

Karya dari hasil produksi Yudha yang paling murah dihargai Rp150 ribu, hingga yang paling mahal bisa mencapai Rp2 juta. Pemesananya juga banyak ke luar kota. 

“Para customer sangat suka bahan bakunya, terkhusus ke desain dan konsep produknya,” ungkapnya.

Jumlah Koleksi

Beberapa koleksi yang hanya boleh di perlihatkan. Terdapat sekitar 70 barang pusaka yang berada di kediaman miliknya (Foto : Parboaboa/Putra P. Purba)

Di samping sebagai pengrajin, Yudha juga mengoleksi berbagai senjata pusaka yang berasal dari pelosok negeri yang dikumpulkannya berasal dari Paguyuban Pusaka Nusantara. Tercatat, sejak 2016 terdapat 70 barang pusaka yang di koleksinya. Banyak pertimbangan memang dirinya untuk mengumpulkan barang-barang pusaka tersebut, karena barang antik memiliki nilai tersendiri. 

'Jika ada para kolektor yang lain untuk memilikinya, saya tidak bermasalah asal sesuai nilai jual yang ditawarkan. Pengabdian pembuatan menjadi cara menghargai waktu dan nyawa," ucapnya.

Untuk barang-barang koleksinya jika ingin dijual, harga paling murah sebesar Rp800 ribu, dan paling mahal bisa mencapai 3 juta. 

“Penjelajahan saya di dunia pusaka ini bukan untuk menjadi mafia dan membodohi orang-orang dengan barang antik, kalau cocok harganya ya enggak saya naikkan,” tuturnya.

Dia sendiri tidak ada niatan menerima pesanan yang berasal dari luar negeri, karena takut barang-barang kerajinan dan koleksi pusaka yang sudah dikumpulkannya diklaim oleh negara asing. 

“Apalagi pas naik-naiknya klaim dari negara Jiran (read- Malaysia). Kita itu memang begitu pasti marah-marah lewat media sosial, tapi enggak tahu kita serumpun dengan mereka, ada beberapa budaya yang mirip,” kata Yudha.

Yudha memaklumi atas reaksi masyarakat tersebut. Baginya, pengabdian pembuatan kerajinan dan koleksi benda-benda pusaka budaya lokal menjadi cara menghargai waktu dan nyawa. Menurutnya semua orang memiliki potensi besar untuk menjadi kolektor dan pengrajin peninggalan sejarah dan budaya di Indonesia kelak, terkhusus kebudayaan Batak. 

Ia mengajak dan mendorong anak-anak untuk terlibat dalam pengolahan dan pengembangan serta mencintai kebudayaan lokal tersebut. 

“Lebih baik dari diri sendiri untuk menjaga kebudayaan lokal yang sangat banyak di negeri ini, kalau bukan dari kita siapa lagi,” tutupnya.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS