PARBOABOA, Jakarta- Aset keuangan syariah Indonesia saat ini mencapai 119,5 miliar dollar US. Jumlah tersebut menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berada di peringkat ke-7 dunia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan tiga negara teratas yang menduduki aset keuangan syariah secara global yakni Iran sebesar 838,3 miliar dollar US, kemudian Arab Saudi 826 miliar dollar US dan Malaysia 619,7 miliar dollar US.
"Berdasarkan data State of Global Islamic Economy (SGIE) 2022, Indonesia menempati urutan ke-7 di dunia," kata Friderica di sela-sela dalam acara Webinar Memperkuat Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah, Kamis (16/02/2023).
Hingga akhir 2022 lanjut Friderica, total aset keuangan syariah Indonesia sudah mencapai Rp2.375 triliun atau tumbuh 15 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
"Di dalam negeri alhamdulillah perkembangan keuangan syariah dari tahun ke tahun terus meningkat," ujar Friderica.
Friderica mengatakan, total aset tersebut berada pada pasar modal sebesar Rp1.427 triliun (tidak termasuk saham syariah), di Perbankan Rp802 triliun dan di sektor industri keuangan non bank (IKNB) sebesar Rp146 triliun.
Sedangkan untuk pngsa pasar atau market share keuangan syariah RI hingga akhir Desember 2022 mencapai 10,69 persen dari total nilai aset keuangan Indonesia.
"Harapannya ke depan, tentu sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar secara global serta jaringan industri keuangan syariah yang tersebar di seluruh wilayah, Indonesia tentu memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah di dunia,"ungkapnya.
Friderica menjelaskan, berdasarkan hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan (SNLIK) 2022 yang dilakukan oleh OJK, indeks literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia meningkat dari 8,93 persen pada 2019 menjadi 9,14 persen di 2022.
"Namun, angka tersebut masih jauh tentunya di bawah angka rata-rata komposit literasi keuangan konvensional secara umum sebesar 47,5 persen dengan GAP mencapai 38 persen," kata Friderica.
Sedangkan, Indeks inklusi keuangan syariah juga meningkat dari 9,10 persen di 2019 ke 12,12 persen pada 2022.
"Bagaimana dengan inklusinya? Kalau kita lihat inklusi secara nasional juga terdapat GAP 71 persen karena inklusi nasional sudah mencapai 83,52 persen," jelas Friderica.
Selanjutnya, berdasarkan sektor perbankan syariah yang menjadi paling tinggi tingkat literasinya, mencapai 8,19 persen pada 2022 meningkat dari 2021 yang hanya 7,92 persen.
Kemudian disususul oleh sektor pegadaian syariah, lembaga pembiayaan syariah, dan asuransi syariah.
Kendati demikian, kata Frederica, yang menjadi tantangan utamanya yaitu kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia mengenal produk keuangan dan jasa layanan syariah.
Oleh karena itu, OJK melakukan program literasi dan edukasi keuangan syariah kepada masyarakat Indonesia.
"Dalam rangka memperkuat literasi dan inklusi keuangan tersebut, OJK telah melakukan berbagai hal. Diantaranya, program literasi dan edukasi keuangan syariah yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia di tiap-tiap daerah," kata Frederica.
Editor: Betty Herlina