Begini Cerita Korban Banjir Bandang Brastagi, Trauma Kali!

Hendri Sitompul saat diwawancarai wartawan Parboaboa di kediamannya. (Foto: PARBOABOA/Ilham Pradilla)

PARBOABOA, Medan - Banjir bandang yang melanda kawasan Brastagi, Sumatra Utara menyisakan trauma tersendiri bagi korban. 

Salah satunya Hendri Sitompul (45), yang mengaku masih trauma dengan peristiwa yang terjadi Sabtu (29/4/2023) siang itu. 

Mulanya ia dan keluarganya mau menghabiskan libur Lebaran dengan berwisata ke pemandian alam di  Sembahe. 

“Yang besar besar ada 5 orang, yang kecil kecilkan banyak anak, cucu, total 11 orang,” ungkapnya. 

Saat tiba di lokasi pemandian alam, pria warga Kota Medan ini langsung memesan pondok dan makan siang bersama keluaraga.

Usai makan siang, masing-masing anggota keluarganya membereskan barang dan bersiap-siap menikmati pemandian alam yang terkenal di kawasan tersebut.

“Niat salat Ashar dulu, setengah 4 saya ke kamar mandi, karena rencananya mau buang air kecil dulu. Wudhunya di sungai itu,” jelasnya. 

Saat masih dalam kamar mandi, Hendri yang juga pedagang kelapa santan ini mendengar jeritan histeris dari pengunjung yang ada di sekitar lokasi wisata. Ia pun langsung keluar dan berlari menyelamatkan anak dan cucunya. 

“Tidak sempat mandi mandi, saya langsung lompat lah ke sana, tempat anak-anak itu,” katanya. 

Tak hanya Hendri, pengunjung lainnya di pemandian alam Sembahe juga berhamburan mengevakuasi diri, keluarga dan barang-barang yang dapat diselamatkan .

“Suasananya kacau makanya saya tak terpikir lagi mobil itu, anak-anak dulu kami selamatkan,” ungkapnya.

Saat itu, ada dua mobil yang terparkir di tempat wisata itu. Namun hanya mobilnya saja yang hanyut diterjang banjir. 

"Ada dua mobil, satu lagi tidak hanyut, itu pula aku herannya," ucap Hendri. 

Sebelumnya, hujan deras mengguyur kawasan Brastagi di Kabupaten Karo dan membuat aliran sungai di pegunungan meluap hingga ke Jalan lintas Medan-Brastagi.

Akibatnya, satu unit mobil avanza warna putih milik wisawan di pemandian Suangi Sembahe hanyut terbawa arus sepanjang 1 kilometer hingga kondisinya remuk parah.

“Udah remuk bang hancur, velg nya saja sudah hancur,” ucapnya.

Hendri bahkan tak ingin melihat lagi kondisi mobil yang ia beli dengan cara mengangsur tersebut. 

“Saya udah takut, tak saya lihat mobil cuma dapat kabar aja padahal saya di lokasi mobil itu, gak berani saya turun situ, udah lah, biar aja,” ungkapnya dengan terbata-bata.

“Trauma la, memang trauma kali, kayaknya daerah sana udah rawan kali rasaku, karena bukan sekali ini aja memang,” ujarnya. 

Dugaan Bencana Terjadi Akibat Keserakahan Manusia

Hendri menduga bencana banjir bandang tersebut akibat keserakahan manusia di hulu sungai. Apalagi saat peristiwa terjadi, cuaca di sekitar pemandian tidak begitu ekstem. 

“Saat itu di sana tidak hujan. Makanya saya heran,” katanya.

Ia mencurigai banjir terjadi akibat ulah manusia, bukan faktor alam. Karena menurutnya, alam tak bakal menghancurkan manusia jika bukan manusia yang rakus akan kekayaan dan tidak memikirkan dampak lingkungan .

“Alam itu tak mungkin menghancuri kita kalau tidak akibat kita (manusia) bisanya, tapi saya bukan pande-pandean,” tambah Hendri.

Meski begitu bagi Hendri musibah yang menimpa ia dan keluarga merupakan pelajaran agar lebih bersabar. Ia juga menyebut musibah ini merupakan teguran dari Tuhan. 

“Ya cemana bang udah terjadi, ya sabar aja, mungkin juga ini teguran,” pungkasnya.

Editor: Kurnia Ismain
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS