PARBOABOA, Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyoroti dampak La Nina yang berpotensi terjadi pada periode Oktober 2021 hingga Februari 2022 di Indonesia. BNPB mengimbau masyarakat untuk mewaspadai dampak La Nina berupa bencana hidrometeorologi tersebut.
Kepala BNPB Letjen TNI Ganip Warsito telah menggelar secara virtual Rapat Koordinasi Nasional Antisipasi La Nina yang diselenggarakan bersama pihak terkait untuk mempersiapkan langkah antisipasi dampak La Nina tersebut.
BNPB mencatat, fenomena La Niana dalam kurun waktu lima tahun terakhir menyebabkan bencana yang frekuensi paling banyak terjadi adalah bencana hidrometeorologi dengan kejadian mendominasi yaitu banjir, angin puting beliung dan tanah longsor.
"Saat ini kita tidak hanya berjuang melawan pandemi saja, tetapi ada juga bencana lainnya, salah satunya adalah bencana hidrometeorologi," kata Kepala BNPB Letjen TNI Ganip Warsito dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/10).
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan hasil monitoring yang menunjukkan terjadi fenomena La Nina. Menurut BMKG telah terjadi pendinginan suhu muka air laut di ekuator Samudra Pasifik mencapai minus 0,61 sejak awal Oktober 2021. Penurunan suhu itu telah melewati ambang batas 0,5 sebagai syarat terjadinya La Nina dengan intensitas lemah. La Nina sudah mencapai level moderat atau menengah jika penurunan suhu muka laut mencapai minus 1.
La Nina adalah fenomena yang disebabkan oleh perbedaan suhu muka air laut antara Samudra Pasifik bagian tengah (ekuator) dengan wilayah perairan Indonesia. Kondisi itu akan menyebabkan tekanan udara yang mendorong pembentukan awan dan berdampak terjadi peningkatan curah hujan.
La Nina yang terjadi pada 2020 membuat peningkatan curah hujan 20-70 persen lebih tinggi dari normalnya dalam sebulan. Kondisi tersebut tentu semakin mengkhawatirkan terlebih lagi Indonesia saat ini memasuki musim hujan.
BMKG bersama badan meteorologi dunia lainnya turut memantau fenomena La Nina dan memprediksikan La Nina tahun ini akan berdampak, setidaknya sama dengan 2020 pada level lemah hingga moderat dan akan bertahan hingga Februari 2021. Maka perlu diwaspadai potensi terjadinya peningkatan bencana hidrometeorologi.