Pemakzulan Wali Kota Susanti Dewayani Ditolak MA, Pengamat Khawatir Ganggu Stabilitas Politik dan Pemerintahan Pematang Siantar

Mahkamah Agung menolak pemakzulan Wali Kota Pematang Siantar, Susanti Dewayani. (Foto: PARBOABOA/Halima)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan pemakzulan terhadap Wali Kota Pematang Siantar, Susanti Dewayani oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) memunculkan sejumlah pertanyaan.

Tak hanya berkaitan dengan putusan MA, tapi juga alasan di balik sikap DPRD Pematang Siantar mengajukan permohonan pemakzulan. Lantas apa dampaknya terhadap pemerintahan di Kota Pematang Siantar?

Pengamat politik dari Universitas Brawijaya Malang, Barqah Pratama, khawatir keputusan MA yang menolak gugatan pemakzulan dari DPRD Pematang Siantar kepada Wali Kota Susanti Dewayani akan berdampak pada stabilitas politik dan pemerintahan di kota itu, apalagi hampir semua anggota DPRD setuju memakzulkan wali kota.

Kekhawatiran tersebut akan berpengaruh pada proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang tak lama lagi akan dilakukan. Pratama melanjutkan, jika anggaran tidak disetujui, daerah tersebut berisiko mengalami shutdown dan masyarakat akan merasakan dampaknya.

"Masyarakat yang pada akhirnya terdampak akan kesulitan mendapatkan barang publik karena konflik di tingkat elite," ungkapnya kepada Parboaboa, Selasa (13/06/2023).

Menurutnya, pemakzulan Wali Kota Pematang Siantar merupakan imbas dari kebuntuan politik antara eksekutif dan legislatif. Pemakzulan juga bisa menjadi pemicu dominannya arogansi kekuasaan. Pratama menilai, DPRD Pematang Siantar seharusnya mempertimbangkan jalur hukum melalui badan administratif atau PTUN.

"Masyarakat yang terkena dampak seharusnya dapat mengajukan class action atau mempertimbangkan jalur hukum melalui badan administratif atau bahkan
PTUN," tambahnya.

Sementara Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Brawijaya Malang, Rizky Bachtiar, menilai, pemakzulan seharusnya menjadi langkah terakhir setelah semua upaya hukum lainnya telah dilakukan, termasuk melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Pemakzulan seharusnya menjadi opsi terakhir setelah semua opsi legal lainnya tidak berhasil," katanya kepada Parboaboa, Selasa (13/6/2023).

Apalagi, lanjut Rizky, alasan yang digunakan DPRD untuk memakzulkan wali kota sebenarnya hanya masalah administrasi yang dapat diselesaikan melalui PTUN dan wali kota pun telah menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan rekomendasi BKN.

"Seharusnya permasalahan itu sudah selesai dan tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan pemakzulan," katanya.

Rizky Bachtiar khawatir pemakzulan yang dimohonkan DPRD Pematang Siantar hanya bersifat politis dan dapat membuka pintu bagi pemakzulan kepala
daerah di masa depan tanpa alasan yang kuat, yang akhirnya akan menjadi preseden buruk dalam demokrasi.

“Pemakzulan itu agak berbahaya untuk demokrasi ke depan. Preseden buruk. Kalo itu sampai terjadi, siapapun yang jadi kepala daerah karena faktor politik tertentu, bisa-bisa 'diturunkan paksa'. Makanya kalaudi level nasional saat ini, pemakzulan itu diatur, tapi sangat susah sekali dilakukan," jelasnya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung memutuskan menolak permohonan gugatan DPRD Kota Pematang Siantar untuk memakzulkan Wali Kota Susanti Damayanti, lewat surat Putusan MA Nomor 1P/UP/2023.

Pemakzulan tersebut dilakukan anggota DPRD Kota Pematang Siantar melalui hak angket terkait pelantikan 88 ASN dan dokumen palsu.

Dari 30 anggota DPRD yang ada di hak angket, sebanyak 27 orang setuju atas pemberhentian wali kota, 2 menolak dan 1 anggota tidak dapat hadir.

Permohonan pemakzulan DPRD terhadap Wali Kota Pematang Siantar, Susanti Dewayani diserahkan DPRD Pematang Siantar pada 31 Maret 2023.

Selain permohonan pemakzulan, DPRD juga mengadukan Susanti dan jajarannya ke Bareskrim Polri, terkait dugaan penggunaan surat palsu dari Badan Kepegawaian Negara (BKN)

Editor: Kurnia
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS