Tuding Organisasi Preman dan Bawa Senpi-Sajam, GMNI Medan Akan Laporkan UNPRI

Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GMNI) akan melaporkan Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Medan, Sumatra Utara ke aparat penegak hukum terkait tudingan organisasi preman dan membawa senjata tajam saat aksi demonstrasi. (Foto: PARBOABOA/Ilham Pradilla)

PARBOABOA, Medan - Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GMNI) akan melaporkan Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Medan, Sumatra Utara ke aparat penegak hukum terkait tudingan organisasi preman dan membawa senjata tajam saat aksi demonstrasi menolak pemberlakukan tarif parkir kepada mahasiswa yang berbuntut 4 mahasiswa di-drop out.

Menurut koordinator aksi solidaritas GMNI, Surya Dermawan Nasution, pernyataan Wakil Rektor III UNPRI, Rizal merupakan tudingan serius dan tidak benar kepada organisasi mereka. GMNI menilai Wakil Rektor III UNPRI telah menyebarkan berita bohong dan fitnah dalam pernyataannya.

"Kami sedang menyiapkan laporan terkait dengan fitnah dan juga berita bohong yang disebarkan pihak rektorat," ungkapnya saat dikonfirmasi Parboaboa, Senin (26/6/2023) malam .

Surya yang juga Kader GMNI Kota Medan itu menegaskan, pernyataan Wakil Rektor III UNPRI lewat pesan video resmi di akun Instagram resmi @unpri_medan menjadi bukti kurangnya pengetahuan rektorat soal kemanusiaan dan terkesan mengerdilkan gerakan mahasiswa yang berdemonstrasi menyuarakan aspirasinya.

"Itulah pernyataan bodoh dan tidak ada bukti serta kurangnya pengetahuan Wakil Rektor III soal kemahasiswaan," kesalnya.

GMNI membantah aksi yang mereka gelar pada 15 Juni 2023 disusupi preman dan menggunakan senjata tajam dan api, sebagaimana yang dituduhkan Kampus UNPRI.

"Karena tidak ada satu massa aksi yang membawa senjata tajam. Senjata tajam yang diambil atau dikutip pihak rektorat itu tidak dalam konteks massa aksi membawa senjata tajam," tegas Surya.

Kemudian, lanjut Surya, konferensi pers yang dilakukan UNPRI merupakan pernyataan yang menyesatkan publik dan semata-mata hanya untuk menutupi kebodohan dalam terhadap kebijakan kampus yang telah mereka ambil.

"Kami menganggap bahwa pernyataan Wakil Rektor 3 UNPRI tidak benar, yang mencoba menyesatkan dan membangun persepsi publik yang berbeda atas kebobrokan di UNPRI. Menurut kami bentuk fitnah," jelasnya.

Selain itu, di-drop out-nya 4 mahasiswa yang dianggap melanggar Peraturan Rektor Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Disiplin Mahasiswa UNPRI bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu setiap warga negara berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

"Kami menilai peraturan rektor tersebut tidak layak karena bertentangan dengan aturan aturan yang ada, terkhususnya bertentangan dengan UUD 1945 tentang kebebasan berpendapat," tegas dia.

GMNI berencana akan melaporkan UNPRI ke ranah hukum karena yang sudah menuduh sejumlah nama mahasiswa sebagai preman. Laporan itu merupakan respons GMNI atas kepongahan UNPRI.

"Kami telah persiapkan itu," lanjut Surya.

Ia bahkan berencana menawarkan diri untuk memberikan pendidikan demokrasi dan hukum ke UNPRI yang arogan saat mengeluarkan mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi.

"Lucu, masa orang berdemonstrasi dianggap kriminal mengganggu ketertiban, kecuali terbukti ada fasilitas yang dirusak, senjata tajam, ada yang bawa senjata api. Mereka harus baca Undang-Undang lebih banyak agar memahami konstitusi. Kalau memang tidak mampu, tegaskan saja, biar kami ajari mereka untuk tahu soal Undang-Undang, karena demonstrasi itu bagian dari kebebasan untuk menyampaikan pendapat di muka umum dan itu dijamin oleh konstitusi," imbuh Surya.

Sebelumnya, UNPRI melalui Wakil Rektor II, Rizal menuding GMNI Kota Medan sebagai organisasi preman, buntut kebijakan kampus yang men-drop out 4 mahasiswa karena melakukan aksi demonstrasi menolak kebijakan pemberlakuan tarif parkir di lingkungan kampus.

"Saat kejadian aksi demo diprakarsai oleh preman,” kata Wakil Rektor 3 UNPRI, Rizal, dalam video yang diunggah melalui akun Instagram resmi @unpri_medan, dikutip Parboaboa, Jumat (24/6/2023).

UNPRI juga menuding GMNI dalam aksi demonya di depan kampus membawa senjata tajam dan senjata api.

"Ria sitorus dan 9 mahasiswa yang kehendaknya tidak dapat dipenuhi membentuk grup WA untuk menghasut mahasiswa UNPRI berdemo secara anarkis dan  panitia demo mempersiapkan senjata tajam dan senjata api,” kata Rizal.

Sebelumnya, mahasiswa UNPRI melakukan aksi demonstrasi di depan kampus, menolak kebijakan diberlakukannya tarif parkir untuk kendaraan mahasiswa di kampus tersebut.

“Aksi demonstrasi pertama dilakukan pada 15 Juni, diikuti peserta 30 orang. Dari jumlah itu, 20 orang preman dari luar dan 10 orang siswa UNPRI yang merupakan organisasi intra kampus (GMNI Komisaris UNPRI) yang dibentuk secara legal oleh Ria Sitorus ," tambahnya.

Di aksi 20 Juni 2023, massa kembali melakukan aksi dengan membakar ban bekas sebagai bentuk protes mereka kepada kampus yang bersikukuh kepada kebijakannya ini.

"Pada tanggal 20 juni 2023 dengan dikomandoi oknum LS dan DSS dengan menghimpun preman sebanyak 100 orang  Perlu diketahui semua peserta demo bukan mahasiswa UNPRI," tudingnya.

Bahkan, aksi mahasiswa membakar ban tersebut dilakukan di depan petugas Kepolisian yang saat itu turut mengamankan aksi demonstrasi dan berusaha menjembatani serta memediasi mahasiswa dengan rektorat agar hal yang tidak diinginkan dapat terjadi.

"Mereka berorasi dan membakar ban di depan pintu kampus UNPRI dan dibawa masuk oleh AKBP Ahyan Kasat Intelkam Polrestabes Medan dan Kompol Ginanjar Fitrian, Kapolsek Medan baru untuk bertemu rektor,” jelas Rizal.

Namun saat itu, rektor menolak pertemuan karena beranggapan ada oknum preman dalam aksi mahasiswa tersebut untuk menyuarakan aspirasi mereka.

"Hal tersebut tentunya tidak tepat berhubung rektor menolak bertemu yang ingin berdialog dengan rektorat, karena mereka adalah preman dan mahasiswa UNPRI yang notabene datang ke kampus untuk membuat keributan," katanya.

Oleh karena itu, Rizal meminta Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo menangkap dan menindak tegas massa aksi yang menyuarakan aspirasi mereka di depan kampus UNPRI. Apalagi berdasarkan fakta di lapangan, ada oknum yang terlibat menghasut dan mengganggu keamanan ketertiban masyarakat di lingkungan UNPRI.

"Diduga ada oknum polisi yang tidak melaksanakan tugas secara profesional pada saat kejadian aksi demo diprakarsai oleh preman tersebut," tuding Rizal.

Sebelumnya, 4 mahasiswa UNPRI Medan, Sumatra Utara di-drop out (DO) atau dikeluarkan oleh pihak rektorat setelah menolak kebijakan kampus yang memberlakukan retribusi parkir tanpa sosialisasi terlebih dahulu.

Drop out secara tidak hormat kepada 4 mahasiswa ini dilakukan rektorat UNPRI, setelah mereka melakukan aksi demonstrasi di depan kampus untuk menolak kebijakan penetapan retribusi parkir sebesar Rp50 ribu hingga Rp100 ribu yang dibebankan kepada mahasiswa.

Mereka adalah Ria Anglina Syaputri Sitorus, mahasiswa Fakultas Hukum UNPRI angkatan 2020, Nebur Fine mahasiswa Fakultas Ekonomi angkatan 2020 dan Kevin Sedianto Padang mahasiswa Fakultas Pertanian. Ketiga mahasiswa ini di-DO pada 17 Juni 2023. Sementara Samuel Nainggolan menyusul mendapat sanksi drop out pada 20 Juni 2023.

Selain keempat mahasiswa itu, satu orang mahasiswa bernama Rolasta Naomi Sitanggang mendapat sanksi skorsing atau pemberhentian sementara.

Skorsing terhadap Rolasta Naomi menuai kejanggalan karena faktanya, ia tidak ikut di aksi demonstrasi. Skorsing diduga dijatuhkan kepada Naomi karena ia merupakan kader GMNI.

Editor: Kurnia
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS