PARBOABOA, Jakarta - Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar antara Polri dan Komisi III DPR RI untuk membahas kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang terjadi di kediaman eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Rabu (24/8) berlangsung hingga 10 jam.
Ada sejumlah poin penting yang dibahas dalam RDP tersebut, diantaranya mengenai alasan Bharada E bersedia mengakui kronologi sebenarnya kasus penembakan Brigadir J.
Di awal pemeriksaan kasus ini, Bharada E mengaku terlibat baku tembak dengan Brigadir J di rumah Sambo, karena Brigadir J kedapatan melecehkan istri Sambo, Putri Candrawathi.
Namun, Bharada E mendadak mengubah keterangannya setelah janji dari Sambo untuk menerbitkan SP3 atau surat perintah pemberhentian penyelidikan tidak ditepati dan dirinya ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, dalam rapat tersebut juga dibahas mengenai Konsorsium 303 yang diduga melibatkan Sambo dan banyak perwira polisi lainnya.
Terkait hal ini, Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan pihaknya saat ini sedang melakukan pendalaman terkait isu tersebut.
Kemudian, terkait temuan uang Rp900 miliar di kediaman Sambo, Kapolri mengatakan hal tersebut tidaklah benar.
Dari hasil penggeledahan empat rumah Sambo, tiga di antaranya di Jakarta, masing-masing di Duren Tiga, Jalan Saguling, dan Bangka. Lalu satu rumah di Magelang. Pihak penyidik hanya menemukan sejumlah barang bukti yakni handphone, pisau, kotak senjata, dan beberapa buku laporan bank.
Setelah pemaparan panjang dalam rapat ini, pihak Komisi III DPR memberikan dua kesimpulan.
Yang pertama, DPR mendukung Kapolri menangani tindak pidana kasus Duren Tiga secara profesional dan transparan.
Kedua, Komisi III DPR mendesak Kapolri untuk melakukan perbaikan sistem, melakukan reformasi kultural, dan struktural di tubuh Polri.
Untuk mengakhiri rapat, Sigit menyampaikan terimakasih atas rekomendasi yang diberikan Komisi III DPR RI dan dirinya berkomitmen untuk mewujudkan perbaikan di tubuh Polri.