PARBOABOA, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan bahwa terdapat lebih dari 10 ribu penyelenggara negara yang belum melaporkan harta kekayaan (LHKPN), meskipun batas waktu pelaporan ditetapkan pada tanggal 31 Maret 2023 lalu.
Plt. Juru Bicara Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding mengungkapkan, hingga saat ini, KPK telah menerima 361.568 laporan LHKPN dari total 372.253 wajib lapor.
"Kami juga mengimbau kepada 10.685 penyelenggara negara/wajib lapor yang belum lapor LHKPN untuk segera menyampaikannya kepada KPK," ujar Ipi, Senin (3/4/2023).
Dari jumlah tersebut, unsur legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat/Daerah (DPR/DPRD) menjadi penyelenggara negara yang paling banyak belum melaporkan LHKPN mereka ke KPK.
Ipi menjelaskan bahwa dari total 18.635 wajib lapor pada unsur legislatif, sebanyak 18.371 orang 98,6 persen telah menyampaikan LHKPN mereka.
Lalu dari total 20.064 wajib lapor pada jajaran legislatif pusat dan daerah, tercatat masih 88 persen atau 17.661 orang yang melaporkan LHKPN.
Pada jajaran eksekutif pusat dan daerah, dari total 290.891 wajib lapor, sebanyak 283.474 telah menyampaikan LHKPN, atau sebesar 97,5 persen.
Kemudian pada jajaran Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD), dari total 42.663 wajib lapor, sebanyak 98,6 persen atau 42.062 orang yang melaporkan LHKPN.
Sementara itu, KPK mencatat, sebanyak 23 pemerintah daerah tingkat provinsi dan 369 pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota telah melaporkan LHKPN-nya 100 persen.
"KPK menyampaikan apresiasi kepada 97% Ppenyelenggara negara atau wajib lapor (PN/WL) yang telah memenuhi kewajibannya menyampaikan LHKPN tahun pelaporan 2022 secara tepat waktu," ujar Ipi dalam keterangannya, Senin (3/4/2023).
Pegawai Negeri Sipil (PNS) wajib melaporkan harta kekayaannya kepada KPK melalui LHKPN. Ketentuan itu diatur secara lengkap dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS yang diteken Presiden Joko Widodo pada 31 Agustus 2021.
"PNS wajib melaporkan harta kekayaan kepada pejabat berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 4 huruf e pada PP tersebut.
Jika tidak memenuhi kewajiban itu, pegawai tersebut bisa dijatuhi sanksi disiplin ringan, sedang sampai berat sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 8.
Hukuman disiplin ringan meliputi teguran lisan, teguran tertulis, hingga pernyataan tidak puas secara tertulis.
Sanksi disiplin ringan meliputi teguran lisan, teguran tertulis, hingga pernyataan tidak puas secara tertulis. Kemudian sanksi disiplin sedang, antara lain, dapat berupa pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama enam, sembilan, atau dua belas bulan.
Sementara sanksi disiplin berat dapat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.