PARBOABOA, Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendesak Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengeluarkan regulasi terkait pelaksanaan kewajiban pembayaran rafaksi minyak goreng pada pelaku usaha yang telah selesai diverifikasi.
Menurut Komisioner KPPU, Chandra Setiawan, regulasi tersebut dapat berisi tentang pelaksanaan kewajiban Pemerintah untuk membayar pelaku usaha sesuai dengan Permendag No. 3 Tahun 2022.
"Persoalan ini patut menjadi prioritas Pemerintah guna menghindari kerugian atau dampak yang lebih luas kepada masyarakat. Terlebih minyak goreng merupakan salah satu komoditas yang sangat dibutuhkan masyarakat," katanya dalam pers rilis yang diterima Parboaboa, Kamis (11/5/2023).
Seperti diketahui, pemerintah masih berhutang kepada kepada pelaku ritel terkait pengadaan minyak goreng sebesar Rp 344 miliar yang belum terbayarkan sejak tahun lalu. Akibat keterlambatan tersebut, pelaku ritel berencana boikot dan membatasi pembelian minyak goreng.
Namun, kata Chandra, Kemendag dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tidak dapat melakukan pembayaran lantaran Permendag No 3 Tahun 2022 yang menjadi dasar pembayaran, telah dicabut dan tidak terdapat peraturan peralihan yang mengatur proses pembayaran rafaksi.
“Pemerintah masih meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung untuk mengeluarkan kebijakan tersebut,” tuturnya.
Di samping itu, Chandra juga menyoroti adanya gap atau celah antara harga CPO dan harga minyak goreng di Indonesia yang semakin besar.
Berdasarkan data rasio harga CPO/minyak goreng, rata-rata rasio pada tahun 2021 sebesar 25 persen, sedangkan pada tahun 2023 diperkirakan mencapai angka 40 persen.
Akibatnya, diperkirakan terdapat potensi kerugian konsumen sebesar Rp457 miliar akibat kenaikan harga minyak goreng.
“Kerugian masyarakat ini akan terus meningkat, jika harga minyak goreng meningkat sebagai akibat upaya pelaku usaha yang membatasi akses atau penjualan minyak goreng kepada masyarakat,” ujarnya.