PARBOABOA, Jakarta - Mencuatnya kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J menjadi goncangan hebat untuk Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Sebab pembunuhan ini didalangi oleh eks Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.
Selain Sambo, kasus ini juga melibatkan dua bawahannya, yaitu Bharada Richard Eliezer Pudihan Lumiu alias Bharada E, penembak Brigadir J dan Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR ajudan Ferdy Sambo yang ikut menyaksikan penembakan tersebut.
Tak hanya itu, dalam memuluskan skenario yang dirancang Sambo untuk menutupi kejahatannya, 35 orang anggota polisi diduga melakukan pelanggaran kode etik saat proses penyelidikan pembunuhan Brigadir J ini.
Tak main-main, ke-35 orang yang diduga berkomplot dengan Sambo tersebut berada dalam tingkatan pangkat yang berbeda-beda, yaitu 1 Inspektur Jenderal, 3 Brigadir Jenderal, 6 Kombes, 7 AKBP, 4 Kompol, 5 AKP, 2 Iptu, 1 Ipda, 1 Bripka, 1 Brigadir, 2 Briptu, dan 2 Bharada.
Tentunya hal ini menjadi hantaman besar di tubuh Polri, sehingga perlu adanya reformasi di tubuh institusi penegak hukum itu.
Pegiat hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar saat berbicara dalam diskusi daring yang diadakan Total Politik, Jumat (26/8), membeberkan tiga poin penting yang dapat dilakukan untuk melaksanakan reformasi Polri.
"Leadershipnya diperkuat lalu pengawasannya diperbaiki, ya kita ungkap juga beberapa peristiwa yang besar-besar lah," kata Haris dikutip dari Antara.
Haris mengatakan penguatan jiwa kepemimpinan atau leadership menjadi langkah pertama agar agenda reformasi Polri ini dapat dijalankan.
"Agenda itu bisa ditulis dengan kata-kata, rumusan kalimat yang baik-baik tapi kalau enggak ada leadership susah," ujarnya.
Kemudian, langkah selanjutnya adalah penguatan peran lembaga-lembaga pengawas terhadap institusi Polri, terutama Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan DPR.
"Kalau KPK dan Ombudsman serta juga Komnas HAM dia post factum tunggu peristiwa, tapi kalau Kompolnas dan juga DPR saya pikir itu dia bisa berperan dipreventif," ucapnya.
Sebagai langkah terakhir, Haris mengungkapkan Polri harus mengungkap beberapa peristiwa besar sebagai bagian dari agenda reformasi tersebut.
"Menurut saya nyawanya Yoshua (Brigadir J) itu dia mungkin hilang nyawanya, tapi dia berkontribusi pada perbaikan institusi. Saya berharap seperti itu," kata Haris.