PARBOABOA, Pematangsiantar - Utang pemerintah Indonesia terus mengalami kenaikan, hingga periode akhir September tercatat utang pemerintah Indonesia tembus Rp 6.711,52 trilun. Jika dibandingkan dengan utang Indonesia pada akhir Agustus lalu, terjadi kenaikan jumlah utang sebesar 1,2 persen atau Rp 86,09 triliun.
Berdasarkan laporan Kementrian Keuangan (Kemenkeu) yang terbit pada Kamis (4/11) pemerintah mendapat kenaikan utang dari penjualan surat berharga negara (SBN) domestik mencapai Rp 89,08 Triliun. Ditambah dengan utang SBN valuta asing sebesar Rp 6,2 trilun. Namun pemerintah berhasil menurunkan jumlah pinjaman sebesar Rp 9,19 triliun.
Kementrian Keuangang (Kemenkeu) menyebut jumlah utang Indonesia meningkat karena tingginya pembiayaan di tengah pandemi covid-19.
"Untuk tetap menjaga pengelolaan utang yang hati hati, terukur dan fleksibel di masa pandemi, beberapa langkah pengelolaan utang telah dilakukan Pemerintah di antaranya dengan menjaga komposisi utang SBN domestik lebih besar daripada utang dalam bentuk valuta asing," tulis Kementerian Keuangan di laporan APBN KiTa edisi Oktober 2021, dikutip pada Jumat (5/11).
Pemerintah juga berusaha untuk menurunkan Pinjaman Luar Negeri dan SBN valuta asing, sebagai upaya mengurangi eksposur luar negeri terhadap utang pemerintah.
Dalam rincian utang Indonesia, 88 persen total utang pemerintah berbentuk SBN yang mencapai Rp 5.887,67 triliun. SBN dalam negeri menguasai utang Indonesia sebesar Rp 4.606,79 triliun. Sedangkan utang SBN valuta asing mencapai Rp 1.280,88 triliun. Sedangkan utang pinjaman mencapai Rp 823,85 triliun.
Saat ini rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah 41,38 persen. Namun, rasio ini dinilai masih aman, karena masih di bawah batas yang diperbolehkan dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, yaitu maksimal 60 persen dari PDB.