PARBOABOA, Jakarta - Kelangkaan minyak goreng di Indonesia sudah terjadi sejak akhir tahun 2021 lalu. Hingga hari ini, Selasa (26/4) masalah ini masih belum juga terselesaikan.
Presiden Jokowi akhirnya ikut turun tangan demi menangani masalah ini dengan mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bahan baku dan minyak goreng, mulai 28 April mendatang.
Kebijakan Jokowi ini kemudian memunculkan pertanyaan “Sampai kapan larangan ekspor minyak goreng akan berlaku?”
Dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (26/4), Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto akhirnya menjawab pertanyaan tersebut. Airlangga mengatakan larangan ini akan berhenti diberlakukan jika harga minyak goreng di Indonesia sudah turun hingga Rp 14 ribu per liter.
"Jangka waktu larangan ekspor sampai minyak goreng menyentuh target 14 ribu secara merata di seluruh Indonesia," kata Airlangga.
Aturan lengkap mengenai larangan ekspor ini akan diatur melalui peraturan menteri perdagangan. Selain itu, Ditjen Bea Cukai akan mengawasi agar tidak terjadi kecurangan selama larangan ekspor minyak goreng ini diberlakukan.
"Permendag diterbitkan dan Ditjen Bea Cukai akan memonitor supaya tidak terjadi penyimpangan," lanjutnya.
Airlangga pun mengklaim jika kebijakan Indonesia ini tidak melanggar aturan perdagangan dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), karena kebijakan ini diberlakukan demi memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.
Adapun bahan baku minyak goreng yang dilarang ekspor adalah Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Oil atau RBD Olein bahan baku minyak goreng dengan tiga kode HS, yaitu minyak goreng sawit dengan kode HS 1511.90.36, 1511.90.37 dan 1511.90.39. Artinya crude palm oil (CPO) tidak dilarang untuk diekspor.
Larangan ekspor akan berlaku untuk seluruh produsen yang menghasilkan produk RBD palm olein. Namun, Airlangga meminta agar para perusahaan tetap membeli tandan buah segar (TBS) atau sawit mentah dari petani dengan harga yang wajar.