PARBOABOA, Jakarta – Tragedi Kanjuruhan hingga kini masih menjadi sorotan dunia. Berbagai tokoh, lembaga, serta pejabat di berbagai negara masih terus menyoroti peristiwa yang menewaskan 131 korban dan melukai 547 orang lainnya.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, tidak mempermasalahkan jika media asing turut melakukan investigasi independen soal tragedi Kanjuruhan.
"Ya biar aja ndak apa-apa, bagus, kita ndak melarang," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu (8/10).
Mahfud menyebut, laporan investigasi dari media asing juga bisa dilihat dan dicocokan dengan investigasi berbagai instansi. Ia mengatakan, masyarakat nantinya juga dapat menilai hasil laporan tersebut.
"Kalau dulu kan dilarang, nanti kita cocokkan mana yang paling rasional, mana yang paling faktual," ujarnya.
Di samping itu, Mahfud menyatakan bahwa pernyataan yang pernah menyebut bahwa Presiden JOko Widodo (Jokowi) hanya menyoroti bangunan stadion terkait tragedi tersebut adalah keliru atau tidak benar.
"Kemarin kan di antara anda (wartawan) menulis berita, wah presiden itu kok hanya memperhatikan bangunan, menyalahkan bangunan, tidak. Presiden justru bicara yang lebih komprehensif," ujar Mahfud.
Sebelum menyoroti perihal struktur bangunan stadion, ucap Mahfud, Jokowi juga sempat menanggapu terkait penggunaan gas air mata, tindakan tidak profesional pihak kepolisian, regulasi, dan kultur PSSI.
Maka dari itu, Mahfud menegaskan bahwa Tim GAbungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tragedi kanjuruhan dibentuk.
"Ketika presiden melihat lapangan, 'oh ini kuncinya, ini terlalu curam, pintunya dikunci', kan begitu saja. Itu sebagai tambahan saja," jelasnya.
Bahwa itu masalah gas air mata, masalah regulasi, masalah kedisiplinan, dan macam-macam, serta perintah mengambil tindakan itu kan perhatian presiden," tambahnya..
Untuk diketahui, salah satu media besar asal Amerika Serikat (AS), The Washington Post, menyoroti soal penggunaan gas air mata dalam artikelnya yang bertajuk ‘Tear gas use by Indonesia police quistioned in wake of mass fatality soccer tragedi’ pada Kamis (6/10) lalu.
Investigasi itu dilakukan dengan menganalisis ratusan video dan foto kejadian yang tersebar, melakukan wawancara kepada 11 orang saksi, dan meminta penjelasan dari aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), serta ahli penanganan kerumunan.
Hasil investigasi The Washington Post menyebutkan, aparat keamanan menembakkan 40 amunisi gas air mata serta granat asap ke arah kerumunan dalam rentang waktu sekitar 10 menit.
"Sejumlah saksi mata menuturkan kepada The Washington Post bahwa personel keamanan menembakkan gas air mata secara langsung dan tanpa pandang bulu ke arah kerumunan orang," tulis The Washington Post dalam artikelnya tersebut.