PARBOABOA, Jakarta - Di balik kemegahan gedung-gedung bertingkat dan pusat-pusat perbelanjaan mewah, Ibu Kota Jakarta juga menyimpan cerita dari sisi kehidupan masyarakat yang terpinggirkan.
Salah satunya keberadaan manusia kolong yang hidup bawah tol Angke 2, Jakarta Barat. Julukan itu diberikan karena mereka tinggal di kolong jalan tol.
Tinggi lorong untuk masuk ke kawasan tersebut hanya sekira 50 centimeter atau setengah meter saja, sehingga siapapun yang masuk, harus berjalan jongkok dan menunduk.
Di tempat ini, berjejer puluhan bilik berukuran 3 meter yang dinding utamanya merupakan bangunan jalan tol. Istilah bagi masyarakat di sana, menempel dengan tol.
Puluhan bilik tadi tak hanya dibangun sebagai tempat tinggal atau kamar tidur, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan lain seperti warung makan, sekolah untuk anak usia dini (PAUD), musala dan warung kelontong yang menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat yang hidup di sana.
Belakangan, sangat sulit untuk berkunjung ke kampung kolong. PARBOABOA terlebih dahulu mendapatkan izin dari salah satu organisasi masyarakat Laskar Merah Putih (LMP) yang turut menjaga kawasan tersebut. Pasalnya, sebelum itu, ada seorang vlogger yang membuat konten di kampung tersebut dan membuat Kampung Kolong viral dan ramai dikunjungi media.
Kondisi tersebut juga terimbas pada wartawan PARBOABOA yang hendak mengulik kehidupan masyarakat di Kampung Kolong.
"Mas dari mana mas? Jangan foto-foto, saya enggak izinkan. Kemarin juga ada salah satu youtuber yang membuat konten dengan kepentingan pribadi, tanpa memikirkan nasib kita yang berdampak, anak saya ketiganya masih kecil mas," kata Nengsih (49) ketika dihampiri PARBOABOA, Selasa (25/7/2023) siang.
Perempuan asal dari Probolinggo yang sudah memiliki KTP DKI Jakarta itu mengaku tidak ada pilihan, selain tinggal di Kampung Kolong bersama keluarga kecilnya. Apalagi suaminya yang tadinya berprofesi sebagai pengemudi ojek daring, kini menjadi pemulung.
"Saya paham saya salah tinggal di lahan milik negara. Saya tidak bisa ambil pilihan lain selain tinggal di sini karena untuk ngontrak saya tidak mampu. Ketiga anak saya masih kecil. Kalau risih sudah pasti risih setiap hari mendengar suara mobil lalu-lalang, karena sudah sekitar 5 tahun tinggal di sini jadi saya harus betah," ungkapnya.
Nengsih juga menuturkan keluh kesahnya tinggal di kolong tol dengan tiga anak yang masih kecil-kecil.
"Anak saya pernah kepalanya kebentur bangunan tol saat dia melompat-lompat, karena ruangan ini ukurannya hanya setengah meter akhirnya anak saya dijahit 12 jahitan," ungkapnya.
Nengsih hanya berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang disebut akan merelokasi warga di Kampung Kolong Tol Angke dalam waktu dekat ke rumah susun sewa (rusunawa) untuk menggratiskan biaya sewa.
"Saya minta jika mau direlokasi saya minta mohon datang dulu ke sini, tinjau kembali. Ajak saya bicara dengan seluruh warga di sini. Selama ini saya tidak mendapatkan bantuan dari sejak COVID-19. Dulu saya pernah mau dapat rusun, tapi akhirnya saya enggak bisa, padahal saya sudah memiliki KTP Jakarta. Saya pindah sana pindah sini sudah sering, menjadi gelandangan di depan Balai Kota DKI Jakarta juga saya pernah," kesal Nengsih.
Tak hanya Nengsih, warga Kampung Kolong lainnya, Nursanti (47) meminta agar ada keringanan dari Pemprov DKI seperti menggratiskan tempat tinggal dan diberikan peluang kerja.
"Saya minta kalau mau direlokasi mohon berikan kami keringanan dan kemudahan. Ada peluang suami saya kerja, juga untuk menafkahi hidup kita," harap warga asli Tanah Abang itu.
Suami Nursanti merupakan pemulung sampah dan serabutan. Kadang, kata dia, suaminya pulang membawa uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kadang pula tidak membawa sepeser pun.
"Namanya hidup, suami saya sudah 65 tahun, kita hidup hanya dari pemulung sampah, terkadang suami pulang bawa uang, terkadang tidak, paling besar sehari bisa dapat paling besar Rp80 ribu, sehari" cetusnya.
Nursanti mengaku hampir 7 tahun tinggal di Kolong Tol Angke 2. Keluh kesah akan kerasnya Ibu Kota Jakarta pun sudah ia rasakan.
"Saya sudah hampir 7 tahun mas tinggal di sini, susah enaknya hidup hingga slogan kerasnya Jakarta sudah saya rasakan, saya jadi gembel, tidak makan, digusur hingga diarak oleh polisi sering saya rasakan," ungkapnya.
Tanggapan Warga Sekitar Kampung Kolong Tol Angke 2
Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan merelokasi warga Kampung Kolong didukung oleh sejumlah warga, terutama warga yang tinggal di sekitar kawasan Kampung Kolong.
Salah satunya Reginal (75), warga RW 09 Kelurahan Angke yang menyebut ia sangat mendukung relokasi manusia kolong Tol Angke 2.
Menurutnya, Manusia Kolong bukanlah warga DKI Jakarta.
"Saya resah lihat manusia kolong, mereka enggak mau diatur. Sudah jelas saya mendukung relokasi, mereka tuh pendatang semua dan mereka bukan warga RW sekitar sini. Untuk bermasyarakat aja mereka tidak pernah hadir, saya dukung 100 persen," katanya kepada PARBOABOA.
Reginal menyebut tidak ada sistem pemerintah di Kampung Kolong Angke 2 seperti RT dan RW. Bahkan, lanjut Reginal, Kampung Kolong sering dijadikan tempat bermain judi hingga transaksi narkoba.
"Di situ enggak ada sistem pemerintahan RT, RW. Mereka yang buat sendiri itu. Yang lebih parah di situ tempatnya main judi, transaksi hingga memakai bareng-bareng narkoba," ujarnya.
Respons Pemprov DKI Jakarta
Wakil Wali Kota Jakarta Barat, Hendra Hidayat menyebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberikan unit rumah susun sewa untuk warga yang tinggal di kolong Tol Angke 2, Jakarta Barat.
"Jujur saja kami ingin memberi kehidupan yang lebih layak ya, namun, terkait dengan biaya sewa rusun, saya sudah minta ke dinas perumahan beberapa waktu lalu, karena hal ini kewenangan mereka, saya yakin bisa diberikan keringanan," katanya saat dikonfirmasi PARBOABOA.
Namun menurutnya, keringanan tarif hunian rusunawa tersebut menjadi kewenangan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta.
"Nantinya beberapa bulan diberi keringanan, kemudian kita akan melakukan penataan, karena bagaimanapun mereka ini adalah warga yang harus kita manusia kan. Kita mau mereka punya kehidupan yang lebih layak dan baik," ungkap Hendra.
Ia berharap warga yang tinggal di kolong Tol Angke 2 bisa mengakses pendidikan yang lebih baik, bersekolah secara legal, resmi, memiliki ijazah dan mempunyai masa depan untuk mengubah hidupnya.
"Kita sudah koordinasikan juga dengan Sudin Pendidikan juga ya bahkan sudah saya ingatkan 3 kali ke mereka, supaya masyarakat kolong Tol Angke 2 bisa mengenyam pendidikan sama seperti masyarakat umumnya," kata Hendra.
Hendra mengaku, Pemerintah Kota Jakarta Barat telah pendekatan dengan warga kolong Tol Angke 2. Bahkan, kata Hendra, warga juga menyadari mereka tidak ada yang mau tinggal di kolong tol.
"Kalau menurut saya mungkin karena ada kesulitan untuk bayar sewanya, akan tetapi saya pastikan kita mau memanusiakan manusia," ujarnya.
Diketahui, warga kolong Tol Angke 2 akan menempati rusunawa di Penjaringan, Jakarta Utara dan Rusunawa di Tipar Cakung, Jakarta Timur.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DPRKP DKI, Retno Sulistyaningrum mengakui telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Jakarta Barat untuk menyediakan rusunawa yang lebih layak bagi warga kolong Tol Angke 2.
"Wali Kota Jakarta Barat sudah berkoordinasi dengan kami beberapa waktu lalu. Kami sediakan 52 unit rusunawa," katanya, Selasa (25/7/2023).
Retno menambahkan, warga yang menempati kolong Tol Angke 2 telah didata dan diharapkan bisa segera menempati rusunawa yang disediakan, sehingga mereka bisa hidup dengan layak.
"Rusun yang akan ditempati tersebar dan dihuni oleh masyarakat DKI Jakarta dengan beberapa persyaratan," pungkasnya.