Misteri di Balik Tragedi Kematian Brigadir Nurhadi

Polda NTB sedang mengusut kasus kematian Brigadir Nurhadi yang dipenuhi sejumlah misteri. (Foto: Unsplash)

PARBOABOA, Jakarta - Brigadir Muhammad Nurhadi (31) tak pernah menyangka liburannya di Gili Trawangan, Lombok Utara pada pertengahan April 2025 lalu berbuah celaka.

Liburan yang seharusnya membawa kegembiraan ternyata berbalik merenggut nyawa anggota Bidpropam Polda Nusa Tenggara Timur (NTB) itu.

Nurhadi semula diketahui sedang berlibur bersama Kompol Y, Ipda HC, dan dua perempuan pemandu karaoke berinisial P dan M di Villa Tekek. 

Dalam informasi umum yang beredar, korban disebut meninggal karena tenggelam di kolam villa. Namun, pihak keluarga meragukan laporan tersebut karena menemukan adanya luka mencurigakan di tubuh korban.

Polda NTB kemudian melakukan pembongkaran makam pada 1 Mei 2025 guna melakukan autopsi ulang. Hasilnya mengarah pada dugaan kuat bahwa kematian Nurhadi merupakan akibat kekerasan, bukan kecelakaan.

Setelah autopsi mengungkap adanya unsur pidana, Kompol Y dan Ipda HC ditetapkan sebagai tersangka pada Minggu (18/5/2025). Sehari berselang, M turut ditetapkan sebagai tersangka. 

Pada Selasa (27/5/2025), keduanya menjalani sidang etik dan dinyatakan melanggar kode etik profesi, sehingga diberhentikan secara tidak hormat dari kepolisian.

Kepala Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda NTB, Catur Setiawan juga menyebut keduanya ditahan selama 20 hari pertama di rumah tahanan Polda NTB berdasarkan surat perintah resmi. 

Sebelum ditahan, mereka menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan dalam kondisi fisik yang baik.

Langkah penahanan ini menjawab sorotan publik terkait perbedaan perlakuan antara dua mantan perwira itu dan tersangka lainnya, M, yang lebih dulu ditahan segera setelah ditetapkan sebagai tersangka. 

Sebelumnya, penyidik menyatakan penahanan Kompol Y dan Ipda HC tidak dilakukan sejak awal karena mereka dianggap kooperatif dan tidak menunjukkan indikasi akan menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatan serupa.

Namun, seiring berjalannya proses penyidikan dan bertambahnya bukti, penyidik memutuskan untuk menahan keduanya guna memastikan saksi-saksi yang diperiksa tetap dalam situasi bebas tekanan.

Temuan Forensik

Sebuah autopsi lanjutan terhadap jenazah Brigadir Nurhadi yang dilakukan tim forensik Universitas Mataram melalui proses ekshumasi mengungkap fakta baru. 

Analisis medis menunjukkan Nurhadi tidak meninggal karena tenggelam, tetapi diduga akibat kekerasan fisik yang mengarah pada pencekikan hingga menyebabkan patah pada tulang lidah.

Pemeriksaan juga menemukan sejumlah luka pada tubuh korban, termasuk memar, lecet, dan sobekan di berbagai bagian seperti kepala, tengkuk, punggung, serta kaki bagian kiri. 

Patah tulang lidah sendiri merupakan indikasi kuat adanya tekanan di leher yang umumnya terjadi karena tindakan pencekikan.

Selain itu, keberadaan cairan dari kolam renang di dalam tubuh korban mengindikasikan bahwa Nurhadi kemungkinan besar kehilangan kesadaran terlebih dahulu sebelum jatuh ke kolam. 

Temuan ini memperkuat dugaan bahwa korban tidak meninggal akibat tenggelam secara spontan, melainkan setelah mengalami kekerasan.

Asistensi Polri

Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, pada Sabtu (12/7/2025) turun langsung ke NTB untuk memantau jalannya penyidikan. 

Ia menegaskan bahwa kehadiran pihaknya bersifat asistensi, dengan memberikan masukan teknis maupun strategis terkait pembuktian dan penerapan pasal hukum yang relevan.

Menurut Djuhandhani, pendampingan ini difokuskan pada beberapa poin penting, antara lain "proses penanganan awal, penyelidikan peristiwa, hingga akurasi penggunaan pasal dalam proses hukum." 

Ia menilai bahwa sebagian pasal yang digunakan belum sepenuhnya tepat secara ilmiah dan hukum, sehingga Bareskrim menyarankan adanya penyesuaian maupun tambahan pasal yang diperlukan.

Ia juga mengungkap terdapat indikasi penyimpangan dalam tahapan awal penanganan korban. Salah satu klinik yang pertama kali menangani jenazah diduga tidak mencatat luka-luka yang ada karena mendapat tekanan dari pihak yang kini menjadi tersangka.

Selain itu, ditemukan ketidaksesuaian dalam urutan waktu pelaporan, pelaksanaan olah tempat kejadian perkara (TKP), serta autopsi yang baru dilakukan beberapa hari setelah kejadian. 

Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam prosedur awal yang seharusnya menjadi dasar kuat penyidikan.

Dari hasil pendalaman, Bareskrim juga menemukan beberapa fakta baru. Salah satunya adalah dugaan penggunaan narkotika yang melibatkan korban dan beberapa pihak yang kini menjadi tersangka. 

Sebuah rekaman video bahkan memperlihatkan bahwa Nurhadi masih dalam kondisi hidup sesaat sebelum kemudian ditemukan meninggal dunia. Selain itu, terdapat saksi kunci yang keberadaan dan keterangannya masih harus diverifikasi lebih lanjut.

Autopsi yang dilakukan di RS Bhayangkara menunjukkan adanya bekas kekerasan serius di tubuh korban, seperti patah pada bagian tulang belakang, luka-luka akibat cakaran, serta cedera akibat benda tumpul. Luka-luka ini dipastikan terjadi sebelum korban kehilangan nyawa.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS