PARBOABOA, Medan - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Sumatra Utara menduga ada kejanggalan dari lamanya eksekusi Jaksa terkait penanganan kasus Mujianto alias Anam, terdakwa kasus korupsi kredit macet sebesar Rp39,5 miliar yang telah divonis 9 tahun oleh Mahkamah Agung (MA).
Apalagi saat ini, Mujianto melarikan diri saat disambangi Kejati Sumut untuk dieksekusi di kediamannya.
"Menduga adanya kelalaian dan kejanggalan terhadap lamanya eksekusi yang dilakukan jaksa," tegas Direktur LBH Medan, Irvan Syahputra, Kamis (6/7/2023).
Irvan menilai, pasca putusan terhadap terdakwa pada 22 Juni 2023, JPU Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, tidak segera melakukan eksekusi, meski disinyalir telah memperoleh salinan putusan dari kepaniteraan Mahkamah Agung.
Bahkan, JPU berdalih eksekusi terhadap Mujianto tidak dapat dilakukan karena lembaganya masih harus mempelajari kasus tersebut, meski ada Putusan MA.
"Seharusnya sebagaimana amanat Pasal 270 KUHP yang menyatakan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dilaksanakan oleh jaksa," kata Irvan.
Ia juga beranggapan, JPU terkesan membiarkan perkara yang menjerat Mujianto, padahal tindak pidana yang dilakukan terpidana merupakan kasus kejahatan yang luar biasa atau extraordinary crime.
"Jaksa harusnya segera mengeksekusi Mujianto, akan tetapi LBH Medan menduga Jaksa berleha-leha dalam mengeksekusi terpidana Bos PT Agung Cemara Realty (ACR) yang telah merugikan uang negara sebesar Rp39,5 miliar itu,” ungkapnya.
"Kaburnya Mujianto bisa menjadi preseden buruk penegakan hukum di Indonesia khususnya Sumut, tambah Irvan.
LBH Medan lantas mendesak Kejaksaan Agung harus segera menindaklanjuti masalah ini sebagai bentuk keadilan dan kepastian hukum serta memberikan rasa aman kepada rakyat Sumut.
"Secara hukum LBH Medan meminta Kejaksaan Agung untuk memeriksa Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang menangani perkara a quo," ungkapnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung memvonis terdakwa Mujianto 9 tahun penjara di perkara tindak pidana korupsi kredit macet. MA menilai, Mujianto terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 5 ayat 1 UU TPPU. Selain pidana penjara 9 tahun, Mujianto juga didenda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Bahkan dalam amar putusan Majelis Hakim yang diketuai Surya Jaya meminta terdakwa Mujianto membayar Uang Pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp13,4 miliar subsider 4 tahun penjara.
Sementara dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, terdakwa Mujianto divonis bebas oleh Majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan.
Hakim menilai, Mujianto tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu subsidair atau dakwaan kedua primer pertama dan kedua atau dakwaan kedua subsidair pertama dan kedua.
Hanya saja, dalam amar putusan yang dibacakan langsung di persidangan, Majelis Hakim PN Medan tidak menyertakan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan kepada terdakwa.
Mujianto Kabur saat Disambangi Tim Kejati Sumut di Kediamannya
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) di Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, Yos Tarigan mengungkapkan, terpidana Mujianto yang juga konglomerat asal Medan ini melarikan saat timnya menyambangi kediamannya.
"Setelah pihak Kejati mendatangi kediaman Mujianto, yang bersangkutan diketahui tidak berada di tempat," katanya, Kamis (6/7/2023).
Menindaklanjuti kaburnya Mujianto, Kejati Medan lantas menerbitkan daftar pencarian orang (DPO).
"Terhadap terpidana diterbitkan DPO, berita acara pencarian terpidana ditandatangani RT setempat," jelas Yos.
Ia juga menghimbau agar Mujianto menyerahkan diri untuk menjalankan proses hukum yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Agung (MA).
"Kita mengimbau kepada DPO agar segera menyerahkan diri, karena tidak ada tempat yang aman bagi DPO," ujarnya.
Sementara ketika disinggung tidak langsung dieksekusinya terpidana Mujianto oleh Kejati Sumut, Yos Tarigan menambahkan JPU masih mempelajari putusan kasasi dari MA tersebut.