Mahfud MD: Negara Akan Hancur Jika Kasus Pembunuhan Brigadir J Tidak Dibuka

Menkopolhukam Mahfud MD (Dok. Sekretariat Presiden)

PARBOABOA – Sebulan lebih berjalan, kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masih tetap menyita perhatian publik.

Terlebih lagi, peristiwa pembunuhan ini terjadi di kediaman pejabat tinggi Polri, yakni Irjen Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, negara akan hancur jika kasus pembunuhan Brigadir J tak dibuka secara terang-benderang.

“Kalau ada orang mati terbunuh di rumah pejabat tinggi Polri yang tidak dibuka terang-benderang negara ini akan hancur,” tegasnya dalam program Satu Meja, Kompas TV, Rabu (10/8/2022) malam.

Mahfud juga mengatakan bahwa Polri mempunyai ribuan satuan kerja yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari ribuan satuan kerja itu, 100.000 pengamanan dilakukan Polri setiap harinya.

“Lalu ada satu kasus gini (pembunuhan Brigadir J) masa enggak bisa dibuka, wong (orang) yang ratusan ribu aja diamankan, diselesaikan dengan baik,” katanya.

Karena itu, Mahfud menyatakan bahwa kasus kematian Brigadir J ini penting bagi pemerintah. Sebab, pengusutan kasus ini tidak terlepas dari nama institusi Polri. Jika tidak diselesaikan, akan berdampak pada rusaknya kepercayaan publik terhadap Polri.

“Ya sangat penting (bagi pemerintah) karena menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” ujar Mahfud.

Menko Polhukam ini juga menjelaskan bahwa penetapan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka juga karena adanya tekanan dari Presiden Joko Widodo.

“Tetapi itu perlu dukungan politik dari kita. Karena kita tahu banyak masalahnya, ada ranjau-ranjaunya di dalam sehingga Pak Presiden mengatakan selesaikan dengan tuntas, dengan transparan,” ucap Mahfud.

Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Agus Andrianto mengatakan, sejauh ini telah ditetapkan empat tersangka termasuk Sambo. Keempatnya dijerat Pasal pembunuhan berencana.

"Penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau seumur hidup atau penjara selama-lamanya maksimal 20 tahun," kata Agus.

Agus juga menjelaskan bahwa keempat tersangka yang ditetapkan Bareskrim Polri tersebut memiliki peran masing-masing dalam pembunuhan.

Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E memiliki peran menembak Brigadir J. Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf ikut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J.

Sementara itu, Irjen Pol Ferdy Sambo adalah orang yang memerintah Bharada E untuk menembak Brigadir J.

"Irjen Pol Ferdy Sambo menyuruh dan melakukan dan men-skenario seolah-olah terjadi tembak menembak (antara Bharada E dengan Brigadir J) di rumah dinas," jelasnya.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS