SAPDA: Pemko Pematang Siantar Wajib Sediakan Fasilitas Ramah Penyandang Disabilitas

Trotoar di Jalan Sudirman, Kota Pematang Siantar belum dilengkapi guiding block sehingga menyulitkan penyandang disabilitas untuk melintas. ( Foto: PARBOABOA/Calvin Siboro)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Masih minimnya fasilitas publik yang ramah bagi penyandang disabilitas di kota Pematang Siantar, Sumatra Utara menjadi perhatian serius bagi Sentra Advokasi Perempuan, Disabilitas dan Anak (SAPDA).

Menurut Koordinator Program GEDSI (Gender Equality, Disability and Social Inclusion) di SAPDA, Soleh, Pemerintah Kota Pematang Siantar wajib menyediakan fasilitas yang memadai, terutama bagi masyarakat dengan kebutuhan khusus.

Soleh juga mengecam kondisi ruang publik termasuk trotoar, jembatan penyeberangan orang di Kota Pematang Siantar yang masih kurang ramah dan tidak memperhatikan kebutuhan serta aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.

"Fasilitas publik yang ramah bagi penyandang disabilitas bukanlah suatu permintaan yang berlebihan, tetapi merupakan hak yang harus dijamin. Sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan UU No 19 Tahun 2019 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas, Pemerintah Kota di Indonesia wajib memberikan fasilitas publik yang ramah terhadap penyandang disabilitas," tegasnya kepada PARBOABOA, Selasa (25/07/2023)

Soleh juga mengingatkan pentingnya peran Pemerintah Kota Pematang Siantar membangun fasilitas publik yang sesuai dengan aturan yang ada untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang inklusi.

Ia mencontohkan aksesibilitas yang sesuai aturan yang berlaku seperti guiding block atau jalur panduan untuk disabilitas sensorik netra. Bentuknya adalah tonjokan berbentuk panjang jajar empat untuk jalur lurus, dan lingkaran berjajar 6 kali 6 untuk peringatan.

"Guiding block ini biasanya berwarna kuning dan dipasang di sepanjang jalur jalan kaki. Atau bisa juga berwarna kontras dengan area sekitarnya. Warna kontrak ini bukan untuk disabilitas netranya, tapi untuk menginformasikan bahwa itu adalah jalur pemandu untuk disabilitas sensorik netra," kata Soleh.

Kemudian ramp atau bidang miring, untuk pengguna kursi roda ketika menaiki lantai berjenjang/bertingkat, hand rail atau pegangan tangan yang dipasang di ramp sebagai pegangan.

"Ramp secara teknis ideal memiliki kemiringan sudut kurang dari 10 derajat atau 1 banding 10 dari panjang lintasan. Sementara pegangan ramp juga dipasang di dinding sepanjang lintasan pejalan kaki, dengan ketinggian 60 hingga 80 centimeter dari lantai," jelas Soleh.

Aksesibilitas lainnya yaitu toilet aksesibel, penanda atau rambu petunjuk yang jelas terbaca dan mudah dipahami serta dan dibaca oleh pengguna kursi roda dan orang dengan hambatan penglihatan dan petugas yang dapat memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas yang membutuhkan.

Lewat penelitian dan rekomendasi yang disusun, SAPDA Pematang Siantar mengajukan sejumlah langkah untuk meningkatkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di kota  itu. Langkah tersebut termasuk advokasi, peningkatan kapasitas kepada pemerintah, asistensi dan pendampingan serta pendidikan masyarakat tentang pentingnya inklusi sosial.

“Tidak ada solusi instan sih. Harus dilakukan proses advokasi bertahap dan butuh waktu. Advokasi dimulai dari melakukan komunikasi dengan pemerintah secara rutin, agar pemerintah mengetahui situasi dan kondisi penyandang disabilitas dan kebutuhan khususnya," ungkap dia.

Soleh melanjutkan, peningkatan kapasitas kepada pemerintah tentang isu disabilitas juga perlu dilakukan, karena pemerintah pada umumnya tidak memahami isu disabilitas secara mendalam.

Setelah itu, kata dia, asistensi dan pendampingan kepada pemerintah perlu dilakukan secara konsisten.

"Pengawalan pelaksanaan program pemerintah, asistensi pembuatan regulasi (termasuk penganggaran) lewat jalur yang benar dan pendampingan pemerintah dalam pelaksanaan aturan yang sudah ada agar lebih inklusif dan ramah pada penyandang disabilitas,” katanya.

Soleh juga mengingatkan advokasi yang dilakukan akan melalui proses yang panjang dan harus membutuhkan komitmen yang besar.

“Satu hal yang harus disadari adalah advokasi ini adalah proses yang panjang dan melelahkan, membutuhkan komitmen dan konsistensi dari organisasi disabilitas. Perubahan menjadi masyarakat inklusif tidak bisa serta merta dalam waktu yang panjang. Kota Yogyakarta sendiri sudah memulai ini sejak tahun 2012 dan hingga kini masih terus berproses," katanya.

SAPDA berharap pemerintah kota Pematang Siantar dapat segera mengambil tindakan konkret untuk memperbaiki situasi ini. Peningkatan fasilitas publik yang ramah bagi penyandang disabilitas bukan hanya akan meningkatkan kualitas hidup mereka, tetapi juga merangsang pertumbuhan inklusi sosial dan kesetaraan di kota ini, imbuh Soleh.

Sebelumnya, Penyandang Disabilitas mengeluhkan tidak ramahnya fasilitas publik yang ada di kota Pematang Siantar bagi mereka. Salah satunya, masih banyak penyandang disabilitas yang kesulitan berjalan di trotoar, mengakses transportasi publik, jembatan penyeberangan, hingga fasilitas kesehatan.

Pengurus Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Pematang Siantar, Iring Sitinjak menilai, hak penyandang disabilitas mengakses fasilitas publik pun tidak terpenuhi. Seperti minimnya guiding block di trotoar bagi penyandang tunanetra. Padahal bagi penyandang tunanetra yang hanya mengandalkan pendengaran dan tongkat khusus, guiding block ini sangat membantu mereka berjalan dengan aman dan mandiri di sepanjang trotoar.

Iring mengatakan, kurangnya guiding block di kota pematang siantar menghambat mobilitas dan kebebasan penyandang disabilitas netra hingga meningkatkan resiko kecelakaan terhadap mereka.

“Kalau dilihat fasilitas publik yang ramah bagi kami kaum disabilitas ini sih masih minim sekali di sini (Kota Pematang Siantar). Misalnya aja guiding block di trotoar untuk para tunanetra. Belum semua trotoar yang ada di Kota pematang siantar ada guiding block-nya. Padahal guiding block itu sangat membantu penyandang tunanetra untuk berjalan. Kalau enggak ada itu kan, mereka bakal sulit untuk jalan di sana (trotoar)," katanya kepada PARBOABOA.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS