Maraknya Kasus Judi Online dan Pinjaman Online, Pengamat : Pendidikan Literasi Keuangan di SMA itu penting!

Pendidikan literasi keuangan untuk mencegah judi online di kalangan pelajar. (Foto: Dokumen OJK)

PARBOABOA, Simalungun - Maraknya kasus judi dan pinjaman online (Pinjol) yang melibatkan pelajar mendapat perhatian banyak pihak, termasuk dari pengamat dan pejabat di sektor Pendidikan.

Menurut mereka, ada korelasi antara pemahaman literasi keuangan masyarakat yang relatif rendah, terutama pelajar dengan kasus judi dan pinjol yang tinggi.

Pengamat Pendidikan Ari S. Widodo Poespodihardjo mengatakan, untuk mencegah sekaligus mengatasi hal ini diperlukan pendidikan literasi keuangan di tingkat SMA/SMK.

"Literasi keuangan wajib diketahui siswa SMA/SMK karena banyak dari mereka yang sudah harus bekerja," kata Ari kepada Parboaboa, Rabu (26/6/2024). 

"Ini penting untuk mengurangi tindakan finansial yang kurang baik termasuk terjerumusnya siswa dalam judi online dan pinjaman online," sambungnya.

Diketahui, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, indeks literasi keuangan Indonesia meningkat menjadi 49,68% dari 38,03% pada 2019. 

Sementara itu, indeks inklusi keuangan nasional naik menjadi 85,10% dari 76,19% pada periode yang sama. 

Khusus di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), indeks inklusi keuangan mencapai 95,58%, namun indeks literasi keuangan hanya sebesar 51,69%.

Mengacu pada gab yang besar antara indeks keuangan dengan literasi keuangan di Sumut, Ari khawatir masyarakat akan menggunakan produk keuangan secara tidak benar.

"Oleh karena itu, sangat penting untuk mengajarkan literasi keuangan setidaknya pada tingkat sekolah menengah atas," jelasnya.

Ia mengusulkan beberapa langkah konkrIt agar sekolah dan dinas pendidikan segera mengajarkan literasi keuangan di sekolah.

Kata dia, sekolah bisa bekerjasama dengan lembaga seperti ILO yang sudah memiliki modul pelatihan literasi keuangan. 

'Materi ini bisa diintegrasikan kedalam kurikulum sekolah sejak kelas 1 SMA," saran Ari.

Selain itu, sekolah juga perlu bekerjasama dengan perusahaan finansial seperti FIF Group yang melakukan kegiatan sosialisasi untuk mengajarkan literasi keuangan di sekolah menengah atas di provinsi Jawa Barat. 

"Ini merupakan langkah yang baik dan hal serupa bisa dilakukan pada sektor pendidikan di daerah lain," tambahnya.

Menurut Ari literasi keuangan harus menjadi bagian dari kurikulum wajib di tingkat SMA, tidak hanya untuk mencegah kasus judi online dan pinjaman online, tetapi juga untuk mengajarkan pengelolaan keuangan yang bijak.

“Dasar-dasar literasi keuangan harus diajarkan untuk membantu siswa lebih memahami risiko pengelolaan keuangan yang ceroboh, seperti terseret ke dalam perjudian online,” ujar Ari.

Di samping itu, Ari menyarankan agar dinas pendidikan berkomunikasi dengan lembaga-lembaga terkait untuk memulai program literasi keuangan secepat mungkin dan berkelanjutan.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI Sumatera Utara, R. Zuhri Bintang juga menekankan pentingnya pendidikan literasi keuangan di tingkat SMA di Pematangsiantar-Simalungun.

Menurutnya, inisiatif ini harus dimulai dari Kementerian Pendidikan agar tidak terkesan dipolitisasi jika datang dari bawah.

Meski belum ada program literasi keuangan formal, tetapi pihaknya kata dia, telah mengimplementasikan program literasi umum seperti pojok baca dan perpustakaan untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa.

Ia mengakui bahwa sosialisasi belum ada terkait pendidikan literasi keuangan dan tidak memungkinkan melaksanakan sosialisasi dengan perusahaan finansial dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Menurut dia dinas harus menyediakan biaya konsumsi serta akomodasi karena tidak ada narasumber yang bisa memberikan pendidikan literasi keuangan secara gratis.

“Persoalannya keuangannya, dananya ada gak ? adakah dana anggaran ? kalau ada anggarannya bisa saja tapi siapa yang memberikan dan dari mana anggarannya, karena penggunaan dana bos juga ada aturan," ungkapnya.

Tak hanya itu, Zuhri juga menghimbau para orang tua untuk lebih peduli terhadap pendidikan anak-anak mereka dan tidak hanya mengharapkan dari sekolah.

"Orang tua harus peduli terhadap anak-anak ini, melakukan pemeriksaan berkala, dan berkomunikasi secara intens," tutup Zuhri.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS