Pohul-pohul: Asal Mula, Filosofis, dan Resepnya

Pohul-pohul (Foto: Cookpad)

PARBOABOA – Pohul-pohul merupakan salah satu jenis kue tradisional yang sangat populer di wilayah Tapanuli, Sumatra Utara. Bentuknya seperti kepalan jari tangan, mirip dengan Itak Gurgur.

Kudapan tradisional Batak ini dahulunya disajikan dalam acara adat marhusip (musyawarah adat persiapan pernikahan). Bentuk kepalan tangan menjadi lambang dari pembicaraan adat kedua belah pihak (paranak dan parboru) berlangsung.

Pohul-pohul memiliki sejarah yang panjang dan telah menjadi bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Sumatra Utara selama bertahun-tahun. Kue ini tidak hanya memiliki nilai kuliner yang tinggi, tetapi juga memiliki makna dan nilai sosial yang dalam bagi masyarakat setempat.

Untuk itu, sangatlah penting bagi kita mempertahankan keberadaan Pohul-pohul sebagai kue tradisional yang memiliki keunikan tersendiri. Lewat pembahasan di bawah ini, kita dapat mengetahui asal usulnya, filosofi dan cara membuatnya.

Asal Mula dan Filosofi Pohul-pohul

Pohul-pohul (Foto: Freepik)

Mengutip dari skripsi Tuty Fatmawati Simanjuntak yang berjudul “Leksikon Kuliner Tradisional Masyarakat Kabupaten Humbang Hasundutan”, itak pohul-pohul biasanya disajikan dalam acara marhusip. Acara tersebut merupakan pertemuan peranak (calon keluarga mempelai laki-laki) dan parboru (calon keluarga mempelai perempuan) untuk melakukan persiapan adat pernikahan.

Menyajikan Pohul-pohul dalam acara adat marhusip memiliki makna filosifi tersendiri. Kuliner yang dibuat dengan cara digenggam sampai menjadi kudapan yang keras dan tidak mudah hancur, melambangkan bahwa segala perdebatan dalam acara adat tersebut semata-mata untuk menghasilkan keputusan yang kuat.

Menurut TM. Sihombing (1977), keadaan marhusip ini disebut seperti “purpe pande dorpi jumadihon tu rapotna” yang artinya seperti tukang kayu yang sedang mengerjakan dinding menimbulkan suara gaduh dan ribut untuk menghasilkan dinding papan yang kokoh, rapat, dan kuat.

Bekas 5 jari pada pohulpohul juga disimbolkan sebagai konsep 5 waktu dalam tradisi Batak yang disebut hatiha silima, yaitu:

1. Manogot

2. Pangului

3. Hos Ari

4. Guling Ari

5. Bot Ari.

Tak hanya itu, lima jari ini juga menjadi simbol tentang rasa manusiawi setiap orang yang terbentuk dari panca indera, yaitu:

1. Parnidaan (penglihatan)

2. Parbinegean (pendengaran)

3. Parnianggoan (penciuman)

4. Pandaian (rasa/cecap)

5. Pangkilaan (perasaan/kulit)

Sedangkan berdasarkan inderawi manusia, lima jari itu bermakna sebagai berikut:

1. Jika kita berpapasan, bertemu atau kebetulan melihat kerabat, harus disapa dan jangan kiranya berpura-pura tidak melihatnya.

2. Kita harus tanggap mendengar jikalau ada sesuatu terjadi pada keluarga atau kerabat, jangan pura-pura tidak mendengar.

3. Terkait penciuman, janganlah kiranya kekerabatan hanya harum pada mulanya, tapi menjadi bau pada akhirnya.

4. Terkait rasa cecap, kita harus menerima dengan tulus dan senang hati jika ada kerabat bersilaturahmi membawa makanan, dan kita harus mencecap dan memakan makanan itu dengan semangat, meskipun mungkin rasanya tidak sesuai dengan selera lidah kita.

5. Terkait perasaan, semua pihak yang berkeluarga harus tetap seperasaan, sepenanggungan, dan saling menyokong satu sama lain dalam menjalani kehidupan.

Dengan begitu, bekas 5 jari sebagai bentuk dari pohulpohul memiliki makna bahwa setiap saat, mulai dari pagi hingga malam, kita tidak bisa lupa kepada keluarga dan kerabat.

Namun seiring berjalannya waktu, kue pohul-pohul tidak hanya disajikan dalam adat marhusip saja. Kue ini juga banyak dibuat untuk sekadar camilan di rumah dan pesta perayaan berbagai macam acara.

Melansir dari Pariwisata Indonesia, Pada 2018, Pohul-pohul ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Provinsi Sumatra Utara.

Resep Pohul-pohul

Pohul-pohul(Foto: Freepik)

Bahan-bahan:

  • 500 g kelapa setengah tua
  • 300 g beras, cuci bersih
  • 100 g gula merah, sisir kasar
  • 3 lembar daun pandan
  • 1 sdt garam

Cara membuat Pohul-pohul:

  1. Rendam tepung beras semalaman, tiriskan. Jemur hingga kering, kemudian masukkan ke dalam grinder atau food processor, proses hingga halus. Ayak, sisihkan.
  2. Alasi dandang dengan dua pandan, tata kelapa parut di atasnya. Kukus hingga matang, lebih kurang 5 menit, angkat. Sisihkan.
  3. Aduk rata tepung beras, kelapa parut, gula merah dan garam.
  4. Ambil 3 sdm adonan, kepalkan dengan tangan sehingga adonan memadat dan membentuk cetakan genggaman tangan. Ulangi proses yang sama hingga adonan habis.
  5. Kukus di dalam dandang panas hingga matang, sekitar 30 menit, angkat dan sajikan.

Mudah bukan membuatnya? Jika berkunjung ke Sumatra Utara, jangan lupa ya mencicipi kudapan manis yang penuh makna ini. Selamat mencoba!

Editor: Lamsari Gulo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS