PARBOABOA, Malang - Polres Malang resmi tetapkan dua orang tersangka terkait kasus pembongkaran tanpa izin (ilegal) fasilitas Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kanit 3 Satreskrim Polres Malang Choirul Mustofa menyebutkan dua tersangka berinisial FHA (19), warga Kecamatan Blimbing, Kota Malang dan YS (46) warga Kecamatan Kapanjen, Kabupaten Malang.
"Kami sudah melakukan gelar perkara yang kemudian ditetapkan dua tersangka atas kejadian perusakan Stadion Kanjuruhan," ujar Choirul, Selasa (20/12/2022).
Choirul menerangkan tersangka FHA merupakan penanggungjawab dari CV Anam Jaya Teknik (AJT) yang melakukan pembongkaran fasilitas Stadion Kanjuruhan. Sementara itu, tersangka YS merupakan mandor dari para pekerja pembongkaran stadion yang terletak di Kecamatan Kapanjen itu.
Dia menjelaskan, kedua tersangka bersama pekerja yang berjumlah 30 orang masuk ke Stadion Kanjuruhan dengan cara merusak gembok pintu gerbangnya dengan las pada Minggu (27/11/2022) lalu. Sebelumnya melakukan pembongkaran, mereka melakukan selamatan.
Keesokan harinya, lanjut Choirul, sebanyak kurang lebih 15 orang datang kembali ke Stadion Kanjuruhan dan meminta izin masuk ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Malang untuk melakukan pembongkaran tersebut.
Namun, karena tidak membawa surat perintah kerja (SPK), izin mereka ditolak. Tersangka FHA, selaku penanggung jawab lantas menghadap salah satu pegawai Dispora.
Kemudian, beberapa pekerja lantas nekat masuk secara diam-diam ke Stadion Kanjuruhan melalui Pintu A yang tidak terkunci. Selanjutnya, mereka melakukan pembongkaran pagar besi berdiri di depan pintu D serta paving depan pintu B dan F.
Setelah beberapa hari, Fernando kembali datang dengan membawa SPK. Tapi berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, SPK tersebut palsu. Choirul menjelaskan, SPK tersebut didapat tersangka dengan cara membelinya senilai Rp750 juta dari seseorang bernama Surya Hadi. Pembayaran telah dilakukan, Fernando sudah membayar DP sebesar Rp350 juta.
"Melakukan pembongkaran karena menerima SPK. Setelah kita lakukan pengecekan ternyata tanda tangan dan yang mengeluarkan tidak benar," terang Choirul.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka dikenai pasal berlapis yakni Pasal 170 KUHP junto Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun penjara, dan Pasal 406 KUHP junto Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.