PP PMKRI Soroti Isu Perdagangan Manusia, Hak Masyarakat Adat, dan Krisis Lingkungan di Forum IMCS

Suasana di Forum International Movement of Catholic Students (IMCS) yang dihadiri PP PMKRI dan beberapa delegasi mahasiswa Katolik kawasan Asia Pasifik (Foto: FB/@astra tandang)

PARBOABOA, Jakarta - Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) periode 2024-2026 menegaskan eksistensinya di panggung internasional dengan menghadiri International Movement of Catholic Students (IMCS) Asia Pasifik. 

Forum bergengsi ini berlangsung pada 22-31 Januari 2025 dan dihadiri delegasi dari berbagai negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk India, Bangladesh, Thailand, Vietnam, Nepal, dan Sri Lanka.

Dalam forum tersebut, delegasi PP PMKRI dipimpin oleh Presidium Hubungan Luar Negeri, Ferdinandus Wali Ate, bersama Sekretaris Jenderal (Sekjend) PP PMKRI, Astra Tandang. 

Keduanya mengangkat tiga isu krusial yang menjadi perhatian global, yakni perdagangan manusia (human trafficking), perlindungan hak-hak masyarakat adat, dan krisis lingkungan.

“Kami menilai bahwa isu perdagangan manusia, ketidakadilan terhadap masyarakat adat, serta krisis lingkungan adalah permasalahan yang membutuhkan perhatian mendalam dan sinergi lintas negara," ungkap Ferdinandus kepada PARBOABOA (Minggu, 02/02/2024). 

PP PMKRI, lanjutnya, berkomitmen memperjuangkan keadilan sosial melalui dialog konstruktif dan kolaborasi nyata dengan berbagai organisasi masyarakat sipil di kawasan Asia Pasifik.

Ferdinandus juga menyoroti peningkatan signifikan kasus perdagangan manusia di Indonesia. Berdasarkan data Global Slavery Index, Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan estimasi jumlah orang yang hidup dalam perbudakan terbesar di dunia. 

Serupa, data Kementerian Luar Negeri periode 2020-2022 mencatat sekitar 1.200 pekerja migran Indonesia menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berbasis scamming di kawasan Asia Tenggara.

Lebih lanjut, Jaringan Nasional Anti TPPO juga mencatat sebanyak 248 kasus perdagangan orang sepanjang 2024, dengan 87 korban di antaranya adalah anak-anak dan 212 korban dewasa. 

Adapun tiga wilayah dengan kategori kasus TPPO terbanyak, antara lain Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Berhadapan dengan persoalan tersebut, delegasi PP PMKRI menegaskan pentingnya penegakan hukum dan peningkatan kerja sama regional untuk memberantas jaringan perdagangan manusia yang semakin kompleks.

“Kita harus memperkuat upaya penegakan hukum dan mendorong kerja sama regional yang lebih solid untuk menghadapi kompleksitas perdagangan manusia," tegas Ferdinandus. 

Tanpa adanya kolaborasi antarnegara, "jaringan perdagangan manusia akan terus berkembang dan semakin membahayakan kelompok masyarakat yang rentan,” katanya menambahkan.

PP PMKRI juga menggarisbawahi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat di Indonesia. Perubahan iklim, ekspansi industri, serta pelaksanaan proyek strategis nasional telah mengancam keberlanjutan hidup mereka. 

Mereka, misalnya menilai posisi masyarakat adat di Kampung Adat Praijing, Sumba Barat yang mengalami penurunan hasil panen akibat musim kemarau panjang yang dipicu perubahan iklim. 

Sementara itu, proyek food estate yang marak di Papua Selatan berdampak negatif terhadap masyarakat adat di wilayah Merauke, Boven Digoel, Mappi, dan Yahukimo.

Berdasarkan persoalan tersebut, delegasi PP PMKRI menyerukan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat, termasuk hak atas tanah dan sumber daya alam. 

Mereka juga mendesak agar partisipasi aktif masyarakat adat dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan lingkungan dan pembangunan diwujudkan melalui percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU MA).

Implementasi Laudato Si' sebagai Solusi

Selain dua isu terdahulu, isu lingkungan hidup juga mendapat perhatian delegasi PP PMKRI. Mereka menyoroti dampak signifikan perubahan iklim terhadap ekosistem hutan dan kehidupan masyarakat adat. 

Hutan yang terdegradasi tidak hanya mengurangi kemampuan alam dalam menyerap karbon, tetapi juga mengancam mata pencaharian serta budaya masyarakat adat.

Delegasi Forum IMCS

Delegasi PP PMKRI bersama delegasi lain dari sejumlah negara di Asia Pasifik (Foto: Dokumentasi PP PMKI)
 

Delegasi PP PMKRI mengkritisi eksplorasi geotermal di sejumlah daerah di Indonesia, khususnya di Flores, NTT yang tengah marak diperbincangkan beberapa tahun terakhir. 

Proyek ini dinilai tidak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat lokal, tetapi justru menimbulkan kerusakan lingkungan, merugikan masyarakat adat, dan memunculkan persoalan sosial baru.

Mereka menekankan pentingnya implementasi ensiklik Laudato Si', yang menyoroti tanggung jawab moral umat Katolik dalam menjaga kelestarian lingkungan. 

PP PMKRI mendorong komunitas muda dan mahasiswa Katolik di Asia Pasifik untuk terlibat aktif dalam pelestarian lingkungan melalui edukasi, advokasi, dan aksi nyata.

Sekretaris Jenderal PP PMKRI, Astra Tandang, di akhir kegiatan juga menegaskan posisi mereka yang berkomitmen memperjuangkan keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.

"Kami mendorong implementasi ensiklik Laudato Si' sebagai pijakan dalam menjaga lingkungan dan mengajak seluruh orang muda dan mahasiswa Katolik untuk berpartisipasi aktif dalam perayaan Yubileum 2025 sebagai momentum refleksi dan aksi nyata bagi bumi kita," terang Astra.

Ia menilai, seruan dalam Laudato Si' sangat relevan dan seharusnya menggerakkan semua orang untuk terlibat aktif menjaga keberlangsungan lingkungan hidup. 

"Kita sering dihadapkan dengan realitas di mana alam dieksploitasi untuk kepentingan tertentu. Kalau dibiarkan terus, maka ke depan lingkungan kita akan semakin terancam," lanjutnya.

Kehadiran PP PMKRI dalam forum IMCS tidak hanya menunjukkan peran aktif mereka dalam diplomasi lintas gerakan masyarakat sipil di Asia Pasifik, tetapi juga menegaskan komitmen untuk terus berkontribusi dalam mengatasi isu-isu krusial di kawasan ini. 

Dengan mengedepankan nilai solidaritas dan keadilan, PP PMKRI membuktikan bahwa suara mahasiswa Katolik Indonesia mampu bersaing dan memberikan dampak nyata di tingkat global.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS