PARBOABOA, Jakarta - Pemerintah Presiden Jokowi mensubsidi tiket kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menjadi Rp250.000 per orang selama 3 tahun menggunakan APBN. Namun rencana subsidi tiket itu dinilai tidak tepat.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, ada sejumlah alasan yang mendasarinya menilai demikian.
Pertama, proyek KCJB yang awalnya diharapkan tidak melibatkan APBN, tetapi kenyataan justru sebaliknya. Maka, dengan adanya beleid subsidi tiket KCJB malah akan semakin membebani APBN.
Proyek KCJB semula dijanjikan dengan biaya investasi sekitar 5,5 miliar dollar AS. Faktanya kini membengkak menjadi 7,27 miliar dollar AS.
Pada September 2021, Jokowi menyetujui suntikan dana APBN untuk megaproyek ini dengan menandatangani Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021.
Menurutnya, penggunaan dana APBN dalam proyek ini seolah menjadi alternatif termudah daripada harus mencari solusi lain yang lebih terukur. Pembengkakan yang membebani APBN menunjukkan perencanaan dan proses pembuatan kerjasama yang tidak matang dan teliti.
Achmad khawatir, penggunaan APBN dalam subsidi tiket ini justru akan mengganggu program-program pemerintah yang lainnya.
Jika dilihat dari harga yang ditetapkan tanpa subsidi, diproyeksikan kemampuan pengembalian modal bisa mencapai 80 tahun. Dalam kurun waktu itu, tentu manajemen KCJB harus membiayai pemeliharaan dengan anggaran yang tidak sedikit.
Ketika aspek ini terganggu, selain mendatangkan ancaman bagi keselamatan masyarakat, juga menjadi berpengaruh bagi sustainability operasional KCJB itu sendiri.
Keempat, pemberian subsidi ini terkesan menutupi kekurangan atas ketidakkonsistenan antara janji politik Jokowi dan pembengkakan anggaran. Proyek KCJB ini pun menjadi terkesan bermuatan politis.
Belum lagi ada rencana perpanjangan rute kereta api cepat dari Jakarta hingga Surabaya yang menuai banyak kritik.
Maka dari itu, kata Achmad, subsidi ini akan menjadi penarik simpati masyarakat agar rencana-rencana yang beresiko menimbulkan jebakan utang benar-benar diimplementasikan sebagai program keberlanjutan.
Pemberian subsidi tiket KCJB ini sangat kental nuansa politisnya terkait program keberlanjutan. Publik harus mengawasi kemana arah kebijakan pemerintah dalam hal ini. Jangan sampai kebijakan ini dijadikan alat politik untuk melegitimasi keberlanjutan yang terkait Pemilu 2024.