PARBOABOA,- Otoritas finansial China mulai melarang bank dan perusahaan menyediakan layanan yang berkaitan dengan transaksi mata uang kripto (cryptocurrency), seperti Bitcoin, Ethereum, dkk pada akhir mei lalu.
Pelarangan ini akhirnya membuat sejumlah
tambang kripto di China ditutup, termasuk yang berada di provinsi Sinchuan dan
Xinjiang. Padahal, dua daerah itu termasuk penyumbang daya komputasi (hash
rate) terbesar untuk jaringan Bitcoin.
Akibatnya, hash rate Bitcoin secara global ikut
terdampak secara signifikan. Alhasil, keping Bitcoin baru pun akan semakin
sulit didapat karena proses atau kecepatan penambangannya akan semakin lambat.
Meski China bertindak keras terhadap mata uang kripto, ternyata bukan China
yang bikin Bitcoin dkk sulit didapat.
Sebab, sebelum ada pelarangan itu mata uang
kripto di Negeri Tirai Bambu itu sudah lebih dahulu merosot tajam. Setidaknya
begitulah hasil yang terungkap dari penelitian dari Cambridge Center for
Alternative Finance yang dipublikasi baru-baru ini.
Penelitian itu menyebutkan, sebulan sebelum
adanya pelarangan Bitcoin dkk, tepatnya pada April 2021, China hanya menyumbangkan
kinerja hash rate sebesar 46 persen saja pada aktivitas penambangan
cryptocurrency global.
Angka hash rate itu merosot tajam bila
dibanding 2019 lalu. Pada September 2019, China dilaporkan berhasil meyumbang
kinerja hash rate hingga 75,5 persen dalam aktivitas mining mata uang kripto
global. Penelitian Cambridge Center for Alternative Finance juga melaporkan, di
saat kinerja hash rate China terjun bebas pada 2021, negara seperti Amerika
Serikat dan Kazakhstan justru terlihat mengalami peningkatan secara drastis.
Misalnya, Kazakhstan meningkat enam kali lipat,
dari 1,4 persen pada September 2019, menjadi 8,2 persen pada April 2021.
Kinerja hash rate Amerika Serikat naik dari 4,1 persen menjadi 16,8 persen,
pada periode yang sama. Sementara Rusia dan Iran juga tampil menjadi negara
terbesar keempat dan kelima sebagai penambangan Bitcoin.
Harga Bitcoin terjun bebas Akibat pelarangan
yang diberlakukan pemerintah China dan kinerja hash rate global yang menurun,
Bitcoin menjadi salah satu mata uang kripto yang paling terdampak. Harganya pun
terjun bebas. Menurut situs Coindesk, Bitcoin diperdagangkan dengan harga
kisaran 31.000 dollar AS atau sekitar Rp 451 juta, pada Jumat siang. Angka
tersebut tak sampai setengah dari rekor nilai tertinggi Bitcoin sebesar lebih
dari 64.000 dollar AS (sekitar Rp 921 juta) per keping yang tercatat pada April
lalu.
Pada akhir Mei lalu, harga Bitcoin bahkan
anjlok drastis, di mana turun 30 persen dalam sehari hingga nyaris menyentuh
angka 30.000 dollar AS (sekitar Rp 431 juta).