PARBOABOA, Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia pada bulan Agustus 2023 kembali mencatatkan surplus sebesar USD 3,12 miliar atau sekitar Rp48,048 triliun (kurs 1 USD = Rp15.400). Hal ini terjadi di tengah risiko perlambatan ekonomi global.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa neraca perdagangan Indonesia menunjukkan kelanjutan dari resiliensi yang perlu ditingkatkan.
Hingga akhir Agustus 2023, surplus neraca perdagangan telah mencapai USD 24,34 miliar.
Pada Agustus 2023, nilai ekspor mencapai USD 22 miliar, mengalami kontraksi sebesar 21,21 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan ini utamanya disebabkan oleh berkurangnya ekspor dari semua sektor. Secara kumulatif, ekspor dari Januari hingga Agustus 2023 mencapai USD 171,52 miliar.
Sementara itu, impor pada bulan Agustus 2023 mencapai USD 18,88 miliar, mengalami kontraksi sebesar 14,77 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year on year/yoy).
Kontraksi ini terutama disebabkan oleh penurunan impor bahan baku/penolong dan barang modal, meskipun impor barang konsumsi masih tumbuh sebesar 15,47 persen (yoy). Secara kumulatif, impor dari Januari hingga Agustus 2023 mencapai USD 147,18 miliar.
Aktivitas Ekspor
Perlambatan dalam kinerja ekspor tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga merambah banyak negara, bahkan selama periode Januari-Agustus 2023 ekspor Tiongkok dan India mengalami kontraksi.
Di wilayah ASEAN, Vietnam juga mencatatkan penurunan dalam ekspor selama periode yang sama, sedangkan Malaysia dan Thailand mengalami kontraksi hingga Juli 2023. Hal ini mencerminkan bahwa dampak dari perlambatan ekonomi global telah menyebar secara luas.
Meskipun pertumbuhan ekspor Indonesia secara nilai termoderasi, namun masih menunjukkan peningkatan secara volume.
Permintaan terhadap produk unggulan Indonesia tetap kuat, seperti yang tercermin dari pertumbuhan volume ekspor non-migas yang masih mencatat peningkatan sebesar 9,5% selama Januari-Agustus 2023.
Volume ekspor berbagai jenis bahan bakar mineral, termasuk batu bara, minyak hewani dan nabati, besi baja, kendaraan, logam mulia, dan nikel masih terus meningkat secara signifikan dalam kumulatif Januari-Agustus 2023.
Selain itu, pemerintah terus mendorong tahap hilirisasi mineral diharapkan akan terus memberikan manfaat yang signifikan dalam meningkatkan daya saing dan kinerja ekspor nasional, serta berpartisipasi dalam rantai pasok global.
Faktor pendukung kinerja ekspor-impor Indonesia
Pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekspor, seperti insentif pajak atau fasilitas perizinan yang lebih cepat.
Hal ini dapat mencakup juga langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri, seperti pembenahan regulasi dan pengurangan birokrasi.
Kemudian, peningkatan infrastruktur seperti pelabuhan, jaringan transportasi, dan konektivitas logistik dapat mempermudah arus barang impor dan ekspor.
Sebab, infrastruktur yang lebih baik dapat mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan untuk pengiriman barang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Selain itu, permintaan global produk-produk tertentu yang diproduksi atau diekspor oleh Indonesia juga dapat menjadi faktor pendukung.
Misalnya, permintaan yang tinggi terhadap produk pertanian seperti kelapa sawit, kopi, atau karet, atau produk manufaktur seperti tekstil dan garmen.