PARBOABOA, Pematangsiantar - Belanja online banyak diburu masyarakat Indonesia apalagi dengan adanya promo bulanan yang menawarkan diskon besar-besaran, plus gratis ongkir pula. Dengan tawaran tersebut banyak masyarakat kemudian berlomba belanja online dari perusahaan e-commmerce langganan masing-masing.
Di Indonesia ada banyak marketplace besar yang selalu kebanjiran orderan setiap tanggal cantik, pada tanggal dan bulan yang sama seperti Shopee, Tokopedia, hingga Bukalapak.
Namun ternyata dibalik semua penawaran menggiurkan yang diberikan setiap kali berbelanja di platform tersebut, selalu ada kemungkinan barang yang diperjual belikan adalah barang palsu.
Maraknya penjualan barang palsu ini juga masuk dalam perhatian pemerintah Amerika Serikat. Untuk menyoroti penjualan barang-barang palsu ini, setiap tahunnya AS mengeluarkan daftar “Notorious Market List” atau daftar perusahaan yang diduga memperjual belikan barang palsu dan bajakan.
Untuk tahun 2021, daftar Notorious Market List telah dirilis, namun sayangnya dalam daftar tersebut ada tiga marketplace kesayangan masyarakat Indonesia, yaitu Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak.
Dalam dokumen tersebut, ketiga marketplace tersebut saat ini telah ditetapkan sebagai perusahaan yang diawasi oleh pemerintah AS. Disebutkan jika di Tokopedia banyak ditawarkan barang palsu seperti baju kosmetik, dan aksesoris. Selain itu ada juga pembajakan buku dan materi berbahasa Inggris.
Penjelasan serupa juga disematkan untuk Bukalapak, di dalam platform tersebut banyak ditemukan berbagai produk bermerek yang dilabeli sebagai barang palsu atau tiruan (replika).
Serupa seperti di Bukalapak dan Tokopedia, AS juga mengklaim pihaknya banyak menemukan barang palsu yang dijual di platform Shopee di beberapa pasar operasional mereka.
Tak hanya perusahaan yang beroperasi di Indonesia, daftar tersebut juga berisi 39 perusahaan lainnya yang juga masuk dalam daftar pasar perusahaan yang diawasi yaitu Grup Alibaba, Baidu Wangpan, Taobao, AliExpress, hingga ekosistem ecommerce WeChat yang merupakan perusahaan asal China.
Penjualan barang-barang palsu ini merusak inovasi dan kreativitas, selain itu penjualan barang palsu ini juga akan merugikan perusahaan pemegang hak cipta produk tersebut.
Oleh karena itu, penjualan dan pembelian barang palsu harus dihentikan. Karena para pelaku juga dapat dituntut secara hukum atas pelanggaran hak cipta.