PARBOABOA, Jakarta - Perjudian secara daring, atau judi online semakin merajalela dan berdampak luas ke berbagai lapisan masyarakat.
Tak hanya masyarakat, dewasa ini judi online sudah merambah ke berbagai kalangan seperti anggota DPR, buruh, polisi, tentara, ASN, anggota KPK, hingga anak-anak.
Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sebanyak 2,76 juta masyarakat Indonesia terlibat dalam judi online.
Dari jumlah itu, sekitar 2,19 juta merupakan masyarakat berpenghasilan rendah yang didominasi oleh generasi muda di rentang usia 17-20 tahun.
Bahkan sepanjang 2023, transaksi judi online di Indonesia telah mencapai Rp327 triliun.
Keprihatinan tersebut yang membuat ratusan mahasiswa menggelar deklarasi petisi dan tanda tangan untuk menggalang dukungan publik memberantas judi online di kawasan Bundaran Hotel Indonesia Jakarta, MInggu (14/7/2024) kemarin.
Mereka tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) Indonesia dan Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah (BEM PTM) zona III.
Aliansi mahasiswa ini menilai, perilaku berjudi secara online ini telah menjangkiti seluruh elemen masyarakat, termasuk mahasiswa.
Ketua umum Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) Indonesia, Ebyn Atsil Majid, menegaskan sebagai generasi muda, mereka berkomitmen penuh memberantas judi online.
Mereka juga prihatin akan dampak dari judi online yang bisa membawa kemunduran finansial masyarakat Indonesia.
Tidak hanya itu, praktik judi online juga telah menyebabkan banyak kerugian, mulai dari keretakan rumah tangga yang bisa berakibat pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pencurian, pembunuhan, perceraian hingga bunuh diri.
Oleh karenanya, mahasiswa mengajak masyarakat mendukung pemerintah dan aparat keamanan untuk serius memberantas judi online, demi mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Senada dengan mahasiswa, Pakar Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat juga mengingatkan upaya pemberantasan judi online harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Ia menilai, tanpa keberanian mengambil langkah-langkah drastis dan inovatif, serta kerja sama yang erat antara berbagai lembaga terkait, masalah ini akan terus menjadi ancaman serius bagi masyarakat.
"Lantas bila keberanian itu tak kunjung datang, publik waras bisa apa?," kata Achmad kepada PARBOABOA dalam keterangan tertulis, Senin (15/07/2024).
Achmad juga menyebut, peran berbagai lembaga seperti OJK, PPATK, Polri, dan Kominfo yang seharusnya mampu menanggulangi permasalahan judi online ini sering kali tidak terlihat.
Lembaga-lembaga itu disebut tidak efektif mengatasi maraknya judi online yang kian memprihatinkan.
Tidak hanya itu, berbagai institusi ini juga terlihat kurang berkoordinasi dan tidak menunjukkan upaya sistematis memberantas judi online yang vendornya saat ini sudah lintas sektoral dan lintas negara.
Apalagi belakangan, marak iklan judi online muncul di media sosial tanpa ada penindakan yang nyata.
"Sehingga diperlukan keberanian yang lebih besar daripada sekadar menjalankan rutinitas pekerjaan," kata akademisi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta ini.
Achmad lantas menyarankan pemerintah beberapa hal untuk memberantas judi online:
1. Peningkatan literasi digital masyarakat untuk mengenali dan menghindari situs judi online
2. Mengembangkan teknologi canggih untuk mendeteksi dan menutup situs-situs ilegal ini secara cepat dan efisien
3. Kerja sama internasional lintas lembaga untuk melacak dan menghentikan operasi judi online lintas batas yang sering kali beroperasi dari luar negeri
4. Memperketat regulasi soal judi online
5. Menghukum yang lebih berat untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan penyelenggara judi online
6. Transparansi dan akuntabilitas dari otoritas dalam menangani kasus ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam menangani masalah judi online.
Editor: Kurniati