PARBOABOA, Jakarta - Konflik antara Amerika Serikat (AS) dengan kelompok militan terkait Iran yang berada di Suriah yang terafiliasi dengan Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC) masih terus bergulir.
Pada Minggu (12/11/2023) lalu, Washington melancarkan serangan udara balasan kepada milisi terkait Iran tersebut.
Seorang pejabat AS yang enggan menyebut nama, pada Selasa (14/11/2023) lalu mengatakan, dirinya yakin serangan itu telah menewaskan setidaknya tujuh militan.
Dia mengatakan, orang-orang tersebut tewas dalam salah satu serangan terhadap fasilitas pelatihan di dekat Kota Al Bukamal.
Sementara serangan kedua yang menurut Pentagon dilakukan di rumah persembunyian dekat Kota Mayadeen, diduga telah menewaskan satu orang lagi.
Militer AS menyatakan tidak ada perempuan atau anak-anak yang tewas dalam serangan itu.
Pentagon sendiri, menurut juru bicara Sabrina Singh, saat ini tengah melalukan penilaian atas serangan balasan itu.
Kematian tersebut merupakan yang pertama sejak Amerika mulai melakukan serangan balasan terhadap milisi pada bulan lalu.
Washington menuduh milisi tersebutlah yang menyerang pasukan Amerika di pangkalan-pangkalan di Irak dan Suriah.
Serangan lainnya juga mengenai fasilitas yang tidak dihuni, termasuk tempat penyimpanan persenjataan.
Sejak 17 Oktober, pasukan AS dan koalisi telah diserang setidaknya 55 kali di Irak dan Suriah.
Sebanyak 59 personel luka namun kini mereka semua telah kembali bertugas.
Di sisi lain, pernyataan-pernyataan, yang konon berasal dari kelompok militan yang bertanggung jawab, mengatakan serangan-serangan tersebut merupakan respons atas dukungan AS terhadap Israel dalam perang di Gaza.
Respons AS atas Dampak Perang di Timur Tengah
Sebagai informasi, AS memiliki 900 tentara di Suriah, dan 2.500 tentara lainnya di negara tetangga, Irak.
Mereka memiliki tugas memberikan nasihat dan membantu pasukan lokal dalam upaya mencegah kebangkitan ISIS.
Pada tahun 2014, kelompok tersebut menguasai sebagian besar wilayah kedua negara tersebut namun kemudian berhasil dikalahkan.
Dengan eskalasi perang Israel-Hamas saat ini, ada kekhawatiran yang semakin besar bahwa kekerasan akan dapat menyebar ke seluruh wilayah di Timur Tengah.
Imbasnya, pasukan AS di pangkalan-pangkalan di seluruh wilayah tersebut juga akan menjadi sasarannya.
Maka dari itu, sebagai respons, AS telah mengerahkan pertahanan udara tambahan dan mengirim kapal perang serta pesawat tempur ke wilayah tersebut sejak konflik Israel-Hamas meletus pada 7 Oktober.
Jumlah personel yang dikirim pun mencapai ribuan orang.
Pasukan militer AS tersebut akan mencoba menghalangi Iran dan kelompok-kelompok yang didukung Iran untuk terlibat.
Militer AS diketahui akan mengambil langkah-langkah baru untuk melindungi pasukannya di Timur Tengah selama meningkatnya serangan yang diduga dilakukan oleh kelompok yang didukung Iran.
Di antaraya, meningkatkan patroli militer AS, membatasi akses ke fasilitas pangkalan dan meningkatkan pengumpulan intelijen, termasuk melalui drone dan operasi pengawasan lainnya.
Militer juga membuka kemungkinan untuk mengevakuasi keluarga militer jika diperlukan.