PARBOABOA, Jakarta – Mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa tidak akan menempuh jalur praperadilan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus peredaran narkoba jenis sabu oleh Polda Metro Jaya.
"Tidak ada (rencana mengajukan praperadilan)," kata kuasa hukum Teddy, Henry Yosodiningrat saat dikonfirmasi, Jumat (21/10).
Henry mengungkapkan, pihaknya memberikan kesempatan kepada penyidik untuk melakukan proses penyidikan dalam kasus tersebut. Ia pun mengatakan, pihaknya belum memikirkan rencana pengajuan praperadilan.
"Kami masih memberi kesempatan kepada penyidik untuk leluasa melakukan penyidikan," ucap Henry.
Untuk diketahui, Teddy sebelumnya sempat membantah pernah mengonsumsi dan mengedarkan narkoba. Ia menjelaskan bahwa beberapa hari sebelum dites urine, dirinya pernah dibius untuk pengobatan. Ia pun menduga jejak narkoba di urine miliknya adalah efek dari obat bius tersebut.
Namun demikian, Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya memastikan bahwa penetapan tersangka kepada Teddy sudah sesuai prosedur hukum. Polisi menyebut penetapan itu telah melalui proses yang panjang, di mana gelar perkara pembuktian dengan menggunakan minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.
"Dan kita menyanggupi untuk bisa mengecek keabsahan ini dalam proses peradilan, itu nanti peradilan yang akan menilai terkait dengan hal itu," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (19/10).
Teddy Minahasa ditangkap bersama dengan empat anggota kepolisian lainnya, yakni anggota Polres Metro Jakarta Barat (Jakbar) Aipda AD, Kapolsek Kalibaru Kompol KS, anggota Polsek Tanjung Priuk Aiptu J, dan eks Kapolres Bukittinggi AKBP D.
Mereka diketahui mengambil lima kilogram sabu yang hendak dimusnahkan dan diganti dengan tawas. Barang buktintersebut merupakan hasil pengungkapan pada Mei 2022 lalu. Kemudian, sabu yang didapat dalam pengembangan kasus tersebut hanya seberat 3,3 kilogram. Sisanya, 1,7 kg sudah dijual sehingga total keseluruhan seberat 5 kg.
Akibat dari hal itu, kelimanya dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Ancaman hukuman maksimal hukuman mati dan hukuman minimal 20 tahun.